Pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, menunjukkan persaingan sengit dengan pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, di Jawa Tengah (Jateng). Provinsi ini menjadi salah satu kunci kemenangan politik dalam sejarah pemilu di Indonesia.
Hasil survei terbaru dari Litbang Kompas mengungkapkan bahwa elektabilitas Ganjar-Mahfud di Jateng mencapai 31,6 persen, sedangkan Prabowo-Gibran hanya terpaut 2 persen lebih rendah, yakni 29,6 persen. Meskipun demikian, responden yang belum menentukan pilihan mencapai 34,5 persen, menambah ketegangan dalam pertarungan politik di daerah ini. Jawa Tengah, dengan sepuluh daerah pemilihan (dapil), menjadi saksi ketegangan politik antara Ganjar-Mahfud yang unggul di empat dapil dan Prabowo-Gibran yang memimpin di enam dapil.
Mesin politik parpol akan diuji efektivitasnya berhadapan dengan elektabilitas personal kandidat Capres-Cawapres. Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan menentukan nasib bangsa, dan kekuatan partai politik (parpol) di Pulau Jawa memiliki peran krusial karena wilayah ini menguasai mayoritas suara di Indonesia. Peta suara parpol dikelompokkan berdasarkan daerah pemilihan (Dapil) atau provinsi, dengan penguasaan suara di wilayah penting menjadi penentu kemenangan.
Sebelumnya menurut Perludem, perolehan suara partai yang tinggi dari calon legislatif (caleg) memberikan partai kekuatan absolut untuk menentukan perolehan kursi. Kekuatan suara parpol juga dapat diperkuat dengan mengusung calon presiden dan wakil presiden yang memiliki latar belakang historis dengan wilayah tertentu.
Merujuk Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pemilu 2019 menunjukkan lima parpol dengan suara total lebih dari 500 ribu di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur: PDIP, PKB, Gerindra, Golkar, dan PKS. PDIP menjadi partai penguasa dengan total 13,3 juta suara di ketiga provinsi, sementara PKB dan Gerindra berada di posisi kedua dan ketiga.
Perolehan suara parpol pada Pemilu Legislatif 2019 mencerminkan kekuatan relatif mereka di wilayah tersebut. Namun, penting dicatat bahwa dukungan untuk capres tidak selalu mengikuti partai, dan keputusan yang masih dapat berubah serta potensi perpindahan koalisi dapat memengaruhi dinamika politik. Data historis digunakan sebagai perkiraan untuk Pemilu 2024.