Aktris dan model Dian Sastrowardoyo berbagi kisah menarik saat menjalani sidang skripsi yang diuji langsung oleh Rocky Gerung. Dimana saat itu, Rocky Gerung menjadi dosen pembimbingnya di Jurusan Filsafat, Universitas Indonesia (UI).
Sebelumnya, Dian Sastro memang dikenal sebagai artis yang memiliki latar belakang pendidikan yang dipandang bukan kaleng-kaleng. Artis yang membintangi film Ada Apa Dengan Cinta ini diketahui sukses menuntaskan studi S-1 dan S-2 di Universitas Indonesia.
Pada tahun 2001 silam, Dian Sastro merupakan mahasiswi jurusan Filsafat Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Pemeran dalam series Netflix Gadis Kretek itu pun rupanya punya segudang kenangan dan memori tentang perjalanannya merampungkan studi pendidikan tersebut dan menjalani sidang skripsi.
“Pas Filsafat dulu Skripsi gue tentang Beauty Industry Complex, jadi sambil gue bergulat dengan masalah eksistensialisme gue, kenapa gue terjebak ke dalam popularitas ini, kenapa jadi alat untuk industri kecantikan,” ungkap Dian Sastro, dilansir tayangan video di kanal YouTube.
Feminisme Postmodernisme, Dian mengaku mengambil referensi Simone de beauvoir (Tokoh Feminisme dan Ahli Filsafat Perancis), sampai Immanuel Kant dalam bukunya Critique of the power of judgement.
“Tapi ternyata dengan jernih gue bikin Skripsi yang mengkritik profesi gue sendiri, yang memberikan duit gue, gua mengkritik apa yang gue kerjakan, jadi kan kayak senjata makan tuan banget,” imbuhnya.
Sementara Rocky Gerung yang dikenal sekarang sebagai pengamat politik, merupakan dosen di jurusan Filsafat.
“Itu di sidang gue, gua dihabisin sama dosen gue itu, Rocky Gerung tuh killer gitu, terus akhirnya gue melibrasi diri gue,’justru pak karena saya ada di lingkungan ini, dan saya mempunyai pisau analisa yang tajam mengenai ini, saya jadi bisa membebaskan diri saya sebagai objek, dan saya bisa melibrasi diri saya sebagai subjek,” ungkapnya.
Dalam sidang skripsi tersebut, Dian Sastrowardoyo mengungkapkan argumennya dengan mengambil contoh kasus penyanyi berlabel ratu pop dunia asal Amerika Serikat, Madonna.
“Saya ambil analogi Madonna, saat Madonna berpose seksi dengan BH berkerucut, dan poster tersebut tergantung di kamar-kamar anak remaja yang mungkin ingin memuaskan hasratnya dengan melihat poster itu,” tuturnya.
“Kira-kira menurut bapak yang menjadi subjek dan objek siapa, apakah bapak melihat Madonna sebagai objek, saya rasa tidak, karena di saat bersamaan Madonna yang menjual puluhan ribu jutaan album dan poster, dia menjadi subjek dan pelanggannya adalah menjadi objeknya, berbalik postmodernisme,” ujar istri Maulana Indraguna Sutowo ini.