Monitorday.com – Hajar Aswad adalah batu yang turun dari langit dan diserahkan oleh Allah SWT kepada Nabi Ibrahim untuk diletakkan di sudut Ka’bah sebagai tanda dan lokasi dimulainya tawaf.
Hajar Aswad berbentuk bulat telur, berwarna hitam kemerah-merahan, dengan titik-titik berwarna merah dan zig-zag berwarna kuning.
Hajar Aswad mengalami perubahan warna dari putih lebih putih dari salju dan susu menjadi hitam akibat dosa orang-orang musyrik.
Hajar Aswad memiliki diameter sekitar 30 sentimeter dan lebar 10 sentimeter, terletak di dinding timur laut Ka’bah dengan tinggi satu setengah meter dari permukaan tanah.
Dalam rangkaian haji, jemaah disunahkan untuk mencium atau mengusap Hajar Aswad saat melaksanakan tawaf.
Menurut Ibnu Umar, Rasulullah SAW mengusap dua rukun, yaitu Yamani dan Hajar Aswad, dalam kondisi susah ataupun senang (HR. Muslim, Nasa’i, dan Baihaqi).
Nabi SAW hanya mengusap dua rukun karena Hajar Aswad punya dua keutamaan: dibangun di atas pondasi Nabi Ibrahim AS dan ada Hajar Aswad di dalamnya.
Hajar Aswad merupakan batu dari surga yang awalnya berwarna putih seperti salju, kemudian menjadi hitam karena dosa manusia (HR. Tirmidzi).
Rasulullah SAW bersabda bahwa Hajar Aswad adalah batu dari surga yang lebih putih dari salju dan dosa orang-orang musyrik yang membuatnya menjadi hitam (HR. Ahmad).
Hajar Aswad kelak akan bisa berbicara untuk menjadi saksi bagi yang mengusap dan menciumnya di hari kiamat (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad).
Nabi Ibrahim AS diperintahkan Allah SWT membangun kembali Ka’bah dibantu putranya, Ismail AS, yang mencari batu untuk melengkapi Ka’bah.
Saat mencari batu, malaikat Jibril datang pada Ismail AS dan memberinya sebuah batu cantik yang kemudian diberikan kepada ayahnya, Ibrahim AS.
Ibrahim AS mencium batu itu beberapa kali, merasa gembira, dan menanyakan asal-usul batu tersebut kepada Ismail AS.
Umar bin Khattab pernah menyampaikan bahwa Rasulullah SAW sendiri pernah mencium Hajar Aswad, maka Umar pun mengikuti Rasulullah SAW (HR Muslim).
Hajar Aswad dahulu berbentuk satu bongkahan, namun di masa pemerintahan al Qahir Billah Muhammad bin al Mu’tadhid tahun 317 H, batu ini dicongkel dan terpecah menjadi bongkahan kecil.