Monitorday.com – Dukungan terhadap wacana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti untuk meninjau pelaksanaan Ujian Nasional (UN) terus mengalir.
Komisi X DPR RI menilai perlu adanya evaluasi terhadap penggunaan nilai UN sebagai syarat kelulusan siswa, mengingat kompleksitas permasalahan yang dihadapi.
Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap perubahan kebijakan mengenai UN.
Ia menjelaskan pentingnya data yang dapat digunakan untuk membandingkan kondisi pendidikan di berbagai daerah dan sekolah, tanpa menimbulkan tekanan berlebihan pada siswa.
“Intinya, kita perlu data yang bisa dimanfaatkan secara nasional untuk membandingkan hasil belajar dari satu daerah ke daerah lain. Kita harus memastikan bahwa kebijakan pendidikan tidak menakut-nakuti anak,” ujar Hetifah di Gedung Nusantara I, Jakarta, pada Selasa (29/10).
Hetifah juga menyoroti dampak psikologis yang ditimbulkan oleh UN, yang sering kali menyebabkan stres bagi siswa.
Ia mencatat bahwa banyak kecurangan terjadi karena UN dijadikan satu-satunya alat untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga ada risiko penyalahgunaan.
“Sebelum memutuskan apakah UN akan digunakan lagi, kita harus mempertimbangkan kelemahan yang ada. Jika ada pemetaan data nasional tentang hasil belajar, itu bisa diterima, asalkan tidak membuat siswa dan orang tua merasa tertekan,” tambahnya.
Sebelumnya, Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mempertimbangkan untuk mengaktifkan kembali UN yang sebelumnya dihapus oleh Nadiem Makarim.
Ia menekankan pentingnya mendengarkan masukan dari berbagai pihak sebelum mengambil keputusan final.
“Kami masih melakukan pengkajian agar kebijakan kami mengenai ujian nasional dapat dipertimbangkan secara matang, apakah namanya tetap UN atau asesmen seperti yang ada sekarang,” kata Mu’ti di Kantor Kemendikdasmen, Rabu, 23 Oktober 2024.
Dukungan DPR dan pengkajian Mendikdasmen menandakan langkah menuju reformasi pendidikan yang lebih berorientasi pada kesejahteraan siswa, namun tantangan untuk menciptakan sistem yang adil dan tidak membebani masih harus dihadapi.