Monitorday.com – Di ruang kerja yang dipenuhi tumpukan kertas, seorang pegawai negeri terlihat terkejut saat membaca surat edaran dari Menteri Keuangan Sri Mulyani. “Pengurangan 90% untuk alat tulis kantor? Bagaimana kita bekerja tanpa pena?” gumamnya. Ini hanyalah satu dari sekian banyak reaksi atas langkah Presiden Prabowo Subianto yang berani memangkas anggaran negara hingga Rp 306,69 triliun pada tahun ini.
Dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja, penghematan ini menjadi bagian dari upaya besar untuk mengatur ulang prioritas pengeluaran negara. Dari total pemangkasan, Rp 256,1 triliun diambil dari belanja kementerian dan lembaga (K/L). Langkah ini, meskipun radikal, mencerminkan komitmen pemerintah untuk menata ulang pengelolaan keuangan negara.
Surat edaran S-37/MK.02/2025 yang diterbitkan Sri Mulyani pada 24 Januari 2025 menjadi panduan bagi semua kementerian, lembaga, hingga institusi seperti Polri dan Kejaksaan Agung. Surat itu memuat 16 pos anggaran yang harus ditinjau ulang dan dihemat. Mulai dari alat tulis kantor hingga perjalanan dinas, semuanya masuk dalam daftar efisiensi.
Beberapa angka pemangkasan yang signifikan adalah alat tulis kantor sebesar 90%, percetakan dan souvenir 75,9%, serta sewa gedung, kendaraan, dan peralatan hingga 73,3%. Kegiatan seremonial juga tidak luput dari pemotongan besar, dengan pengurangan mencapai 56,9%. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah ingin mengurangi belanja yang dianggap tidak langsung mendukung kinerja inti.
Langkah ini menuai berbagai respons. Di satu sisi, ada yang memuji upaya pemerintah untuk lebih hemat dan efisien, mengingat kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Namun, ada juga yang mempertanyakan bagaimana efisiensi ini dapat dijalankan tanpa mengganggu pelayanan publik. Misalnya, pengurangan 45% pada jasa konsultan dan 53,9% pada perjalanan dinas mungkin akan memengaruhi pelaksanaan program-program strategis di lapangan.
Meski begitu, pemerintah tampaknya sudah menyiapkan strategi agar efisiensi ini tidak berdampak negatif pada kualitas pelayanan. Sri Mulyani dalam suratnya menegaskan bahwa identifikasi rencana efisiensi harus dilakukan dengan cermat, melibatkan analisis mendalam terhadap kebutuhan masing-masing pos anggaran.
Bagi sebagian orang, langkah ini mungkin terasa drastis, bahkan menyulitkan. Namun, di balik keputusan besar ini, ada pesan penting yang ingin disampaikan: saatnya mengubah paradigma pengelolaan anggaran menjadi lebih rasional dan bertanggung jawab. Tidak ada lagi ruang untuk pengeluaran yang tidak perlu, terutama di tengah tantangan ekonomi yang semakin kompleks.
Langkah penghematan ini juga mencerminkan keberanian pemerintah untuk mengambil keputusan yang tidak selalu populer, tetapi diperlukan. Sebagai bangsa, mungkin kita perlu belajar untuk lebih bijak dalam menggunakan sumber daya yang ada. Jika alat tulis kantor bisa dikurangi 90%, mengapa tidak?
Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bahwa efisiensi bukan hanya tentang angka di atas kertas, melainkan tentang bagaimana kita memanfaatkan anggaran negara secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat. Tantangannya sekarang adalah memastikan bahwa setiap rupiah yang dihemat benar-benar digunakan untuk hal-hal yang berdampak nyata.