Munculnya rencana pemerintah yang akan melarang TikTok berjualan melalui media sosial sontak menimbulkan beragam reaksi masyarakat termasuk pengamat ekonomi.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda melihat social commerce adalah sesuatu yang tidak dapat dilarang sepenuhnya karena sejatinya interaksi di sosial media tidak dapat diatur apakah mau jual beli atau interaksi lainnya.
Dengan melihat hal itu, Nailul melihat perlu ada pengaturan untuk social commerce yang disamakan dengan e-commerce karena prinsip sama berjualan memakai internet.
“Pengenaan pajak dan sebagainya menjadi krusial diterapkan di social commerce.Tahun 2019 saya sudah sampaikan social commerce ini akan lebih sulit diatur karena sifatnya yang tidak mengikat ke perusahaan aplikasi. Akan banyak loophole di situ,” ujar dia
Terkait merugikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lokal, ia menilai dari sisi impor. Nailul menuturkan, barang impor di pasar online ada dua. Pertama adalah barang impor yang penjualannya juga di luar negeri.
“Jadi shippingnya dari luar, biasanya China. Barang yang ini biasa disebut cross border commerce. Kebijakan larangan impor maksimal USD 100 pasti akan efektif karena benar-benar dilarang,” kata dia.
Kedua, barang impor yang dijual oleh seller lokal, shippingnya dari domestik. “Ini porsinya besar sekali dan tidak bisa dibatasin oleh kebijakan larangan impor maksimal USD 100,” ujar Nailul.
Adapun kebijakan pelarangan impor bagi produk di bawah harga USD 100, ia menilai memang akan efektif untuk membendung impor tapi untuk sistem yang cross border commerce.
“Pasti akan menurunkan impornya. Tapi ya itu, untuk impor cross border commerce. Kalau untuk yang barangnya sudah di Indonesia, tentu tidak akan berpengaruh kebijakan ini,” kata dia.
Ia menambahkan, kalau memang ingin impor dapat melalui mekanisme impor seperti biasa bukan melalui e-commerce sehingga ada nilai tambang tambah ke perdagangan.
Terkait larangan jualan di TikTok Shop, ia menilai, hal tersebut tidak akan dilarang karena sosial commerce sudah ada dari dulu, seperti Kaskus.
Sebelumnya di beritakan bahwa Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki. Teten menolak platform TikTok memonopoli media sosial di Indonesia. Penolakan ini juga telah dilakukan oleh negara lainnya seperti Amerika Serikat dan India.
“India dan Amerika Serikat berani menolak dan melarang TikTok menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan. Sementara, di Indonesia TikTok bisa menjalankan bisnis keduanya secara bersamaan,” ungkap Teten dikutip dalam keterangan tertulis, Rabu (6/9/2023).
“Ini namanya monopoli,” tandasnya.