Connect with us

News

Faksi Palestina Bersatu di Beijing, Mengapa AS Kebakaran Jenggot?

N Diana Sari

Published

on

Monitorday.com – Departemen Luar Negeri AS menyatakan penolakan tegasnya atas kesepakatan pemerintahan bersatu yang dicapai faksi-faksi Palestina di Beijing pada Senin lalu. Mereka bersikeras menolak Hamas kembali berkuasa di Jalur Gaza.

Departemen Luar Negeri AS pada Selasa mengumumkan bahwa mereka akan meninjau kembali kesepakatan yang dimediasi Cina untuk memulihkan keretakan selama bertahun-tahun antara faksi-faksi Palestina dan membentuk pemerintahan persatuan nasional. Pernyataan tersebut menyuarakan penolakan terhadap peran kelompok perlawanan Palestina, Hamas.

“Kami belum meninjau teks deklarasi Beijing, tentu saja, kami akan melakukan hal itu. Kami telah menjelaskan selama berbulan-bulan bahwa Hamas adalah organisasi teroris, sesuatu yang telah kami jelaskan sebelum 7 Oktober,” kata juru bicara Kemenllu AS, Matthew Miller. pada konferensi pers, Selasa waktu AS.

AS tetap bersikeras pada sikap mereka yang menerapkan status “teroris” pada gerakan Hamas. Banyak negara sudah mencabut status itu dan mengakui Hamas sebagai bagian tak terpisahkan dari perjuangan Palestina.

“Ketika Anda melihat pemerintahan Gaza pascakonflik, seperti yang telah kami jelaskan, kami ingin melihat Otoritas Palestina mengatur Gaza yang bersatu dengan Tepi Barat. Namun tidak, kami tidak mendukung peran Hamas. ” kata Miller.

Dia mengatakan AS mendorong Cina untuk menggunakan pengaruhnya terhadap negara-negara di kawasan untuk mencegah eskalasi konflik – merujuk pada Teheran.

“Jadi, misalnya, Iran, yang terus mendanai dan mendukung proksi yang melancarkan serangan terhadap Israel, atau dalam kasus Houthi, (yang) melancarkan serangan terhadap pelayaran komersial,” kata Miller. Ia mendesak Beijing untuk menggunakan pengaruhnya untuk mengakhiri serangan tersebut. “Dan kami akan terus melakukan itu.”

“Deklarasi Beijing” ditandatangani oleh 14 faksi Palestina yang mengambil bagian dalam negosiasi yang diselenggarakan oleh Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi. “Hari ini, kami menandatangani perjanjian, dan kami mengatakan bahwa jalan untuk menyelesaikan perjalanan ini adalah persatuan nasional. Kami berkomitmen terhadap persatuan nasional, dan kami menyerukannya,” kata teroris senior Hamas Musa Abu Marzouk.

Fatah, yang berbasis di Ramallah, dan Hamas telah terpecah sejak 2007 setelah Hamas memenangkan pemilu Palestina pada 2006. Negara-negara Barat dan Israel menolak hasil pemilu demokratis itu dan memanas-manasi Fatah melakukan perlawanan.

Menteri Luar Negeri rezim Israel Israel Katz juga mengecam partai Fatah pimpinan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas karena menandatangani deklarasi “persatuan nasional” dengan Hamas.

Menurut Times of Israel, diplomat tertinggi rezim pendudukan mengatakan “Pada kenyataannya, hal ini tidak akan terjadi karena pemerintahan Hamas akan dihancurkan, dan Abbas akan mengawasi Gaza dari jauh,” tulisnya dalam sebuah postingan di media sosial. “Keamanan Israel akan tetap berada di tangan Israel.

Sementara itu, mengacu Aljazirah Arabia, Beijing saat ini melihat “konflik Palestina-Israel” sebagai arena yang menguntungkan untuk menantang hegemoni Amerika dan terus mengkritik kebijakan Washington di Timur Tengah dan perannya dalam konflik dan krisis global secara umum.

Bias Washington terhadap Israel dan dukungan keuangan, militer, politik dan hukum terhadap kejahatan pendudukan Israel telah melemahkan posisi populernya di tengah-tengah negara-negara di dunia Timur dan negara-negara Selatan pada umumnya.

Standar ganda moralitas Barat yang telah memberi Cina sebuah platform untuk mempromosikan narasinya bahwa tatanan global “berbasis aturan” yang dibanggakan Amerika hanya didasarkan pada satu aturan: melayani kepentingan Washington dan sekutunya.

Dengan kata lain, Beijing menganggap komitmen buta Amerika terhadap Israel sebagai sebuah kelemahan yang harus dikapitalisasi, dan bergembira melihat musuhnya tersandung berkali-kali. Pada saat yang sama, Cina memperoleh keuntungan, melalui dukungan retorisnya terhadap perjuangan Palestina, dengan memperkuat posisi strategisnya di negara-negara Selatan yang bersimpati terhadap perjuangan Palestina yang merupakan simbol perlawanan terhadap warisan kolonial dan tantangan terhadap hegemoni Amerika.

Menurut Aljazirah Arabia, Beijing saat ini melihat “konflik Palestina-Israel” sebagai arena yang menguntungkan untuk menantang hegemoni Amerika dan terus mengkritik kebijakan Washington di Timur Tengah dan perannya dalam konflik dan krisis global secara umum.

Bias Washington terhadap Israel dan dukungan keuangan, militer, politik dan hukum terhadap kejahatan pendudukan Israel telah melemahkan posisi populernya di tengah-tengah negara-negara di dunia Timur dan negara-negara Selatan pada umumnya.

Standar ganda moralitas Barat yang telah memberi Cina sebuah platform untuk mempromosikan narasinya bahwa tatanan global “berbasis aturan” yang dibanggakan Amerika hanya didasarkan pada satu aturan: melayani kepentingan Washington dan sekutunya.

Dengan kata lain, Beijing menganggap komitmen buta Amerika terhadap Israel sebagai sebuah kelemahan yang harus dikapitalisasi, dan bergembira melihat musuhnya tersandung berkali-kali. Pada saat yang sama, Cina memperoleh keuntungan, melalui dukungan retorisnya terhadap perjuangan Palestina, dengan memperkuat posisi strategisnya di negara-negara Selatan yang bersimpati terhadap perjuangan Palestina yang merupakan simbol perlawanan terhadap warisan kolonial dan tantangan terhadap hegemoni Amerika.

Cina dinilai percaya bahwa mereka dapat memanfaatkan keterikatan dan hambatan Amerika di Timur Tengah dan wilayah lain di luar Asia untuk meningkatkan posisi strategisnya di lingkungan terdekatnya, khususnya di Taiwan dan Laut Cina Selatan. Namun hal ini tidak berarti bahwa Beijing bersedia untuk melampaui pernyataan retoris dan beralih ke posisi yang lebih praktis dalam mendukung Palestina, seperti yang terjadi pada masa Mao.

Beijing juga punya kepentingan menjaga agar perang tak meluas ke jalur perdagangan penting Bab al-Mandab dan Laut Merah, yang akan sangat merugikan kepentingan komersialnya.

Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Monitor Saham BUMN



Sportechment4 hours ago

Ivar Jenner Sebut 3 Pemain Timnas Indonesia Ini Layak Berkarier di Eropa

Sportechment5 hours ago

Diundang Raffi Ahmad ke Andara, Nathan Tjoe A-On Ajak Rafathar Main Bola

News6 hours ago

PLN Fasilitasi Izin Usaha UMK untuk Kembangkan Ekonomi

News7 hours ago

Erdogan: AS Izinkan Ukraina Pakai Rudal Jarak Jauh Serang Rusia Picu Perang Dunia, Ngeri!

News7 hours ago

Usai Hadiri KTT G20 Brasil, Prabowo Terbang ke Inggris Temui Raja Charles III

Sportechment7 hours ago

Lisa BLACKPINK Bakal Rilis Album Solo Pertama “Alter Ego”, Kapan?

News7 hours ago

Menkomdigi Ajak Generesi Muda Perkuat Literasi Digital Melalui Konten Positif

Sportechment8 hours ago

Jamu Borneo FC, Persib Bandung Siap Tampil Maksimal di GBLA

Ruang Sujud12 hours ago

Truk Bantuan Untuk Warga Gaza Habis Diserbu Warga Kelaparan

Migas15 hours ago

Pertamina Gelar Eco RunFest 2024, Libatkan 53 UMKM

News15 hours ago

Himbauan Mendikdasmen untuk Para Guru Jelang Pilkada

Ruang Sujud15 hours ago

ICESCO Tetapkan Keffiyeh Palestina Sebagai Warisan Tak Benda Dunia

Sportechment19 hours ago

BYD Rilis SUV Listrik Sealion 7 di Malaysia, Kapan Hadir di Indonesia?

News19 hours ago

Soal Harga Tiket Pesawat Bakal Turun, Simak Penjelasan Bos Garuda

Sportechment1 day ago

Takluk di GBK, Pelatih Arab Saudi: Indonesia Pantas Menang!

Telekomunikasi1 day ago

Telkom Indonesia Kenalkan GoZero: Aksi Nyata OTW Masa Depan Berkelanjutan

Sportechment1 day ago

Indonesia Raih Kemenangan Perdana di Ronde Ketiga, Erick Thohir: Alhamdulillah

News1 day ago

Kenapa Investor Ogah Bangun Pabrik di Indonesia? Ternyata Ini Penyebabnya

Migas1 day ago

Pertama di RI, Pertamina Temukan Sumur Migas Non-Konvensional (MNK)

Sportechment1 day ago

Ganyang Arab Saudi, Ranking FIFA Timnas Indonesia Auto Meroket