Monitorday.com – Perkembangan zaman menghadirkan berbagai dinamika baru dalam kehidupan sosial umat Islam, termasuk dalam hal pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Di tengah kebutuhan interaksi sosial, pendidikan, dan pekerjaan yang semakin kompleks, muncul pertanyaan besar: bagaimana umat Islam menyikapi ikhtilath di era modern?
Ikhtilath secara syar’i adalah percampuran bebas antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, tanpa batasan, pengawasan, atau kepentingan syar’i yang mendesak. Islam secara tegas memberikan peringatan terhadap kondisi semacam ini karena bisa menjerumuskan pada fitnah dan maksiat. Namun, bukan berarti setiap bentuk interaksi antara dua lawan jenis adalah terlarang.
Di era modern, laki-laki dan perempuan sering berada di ruang yang sama: kantor, kampus, seminar, proyek sosial, hingga forum diskusi daring. Selama interaksi itu dilakukan dengan niat baik, adab Islam dijaga, dan syarat-syarat syar’i dipenuhi, maka itu bukan bentuk ikhtilath yang dilarang.
Syariat Islam sangat fleksibel dan mampu menjawab kebutuhan zaman tanpa meninggalkan prinsip dasarnya. Dalam situasi tertentu, laki-laki dan perempuan diperbolehkan bekerja sama, asalkan tidak melanggar batasan: tidak berdua-duaan, tidak bersentuhan fisik, tidak membuka aurat, tidak bercampur tanpa kejelasan fungsi atau kepentingan, serta menjaga sikap dan ucapan.
Contoh penerapannya bisa kita lihat dalam sistem pendidikan Islam modern. Banyak sekolah dan universitas Islam yang tetap membuka ruang bagi perempuan untuk belajar, namun dengan sistem kelas terpisah, tempat duduk dibedakan, atau menggunakan sistem daring. Ini menunjukkan bahwa Islam tidak menutup akses perempuan untuk maju, tetapi tetap mengatur jalannya agar selaras dengan nilai-nilai agama.
Begitu pula dalam dunia kerja. Banyak perusahaan menerapkan kebijakan ramah syariah dengan memisahkan ruang kerja, menjaga etika komunikasi, bahkan menyediakan ruang shalat dan waktu untuk beribadah. Ini adalah bentuk adaptasi yang harmonis antara kebutuhan zaman dan larangan ikhtilath.
Namun tetap harus diingat, bahwa kelonggaran ini bukan untuk menjadi pembenaran atas pergaulan bebas yang bertentangan dengan syariat. Di balik kebebasan modern, umat Islam harus tetap menanamkan kesadaran akan batasan, rasa malu, dan kontrol diri. Karena syahwat tidak mengenal ruang dan waktu—ia bisa menyelinap dalam ruang terbuka maupun tersembunyi.
Maka, memahami ikhtilath di era modern berarti memahami urgensi menjaga batas sambil tetap aktif dan produktif dalam masyarakat. Syariat Islam hadir bukan untuk menghambat kemajuan, tapi untuk membimbing langkah agar tidak tergelincir dalam kehancuran.