Monitorday.com – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menekankan pentingnya tiga pilar utama untuk mencapai kemajuan suatu bangsa, yaitu sumber daya manusia, pendidikan, dan ekonomi. Haedar menyatakan bahwa ketiga elemen tersebut menjadi fondasi utama bagi kemajuan umat atau bangsa di dunia.
“Setiap umat atau bangsa yang maju pasti memiliki tiga pilar utama: pertama, sumber daya manusia; kedua, pendidikan dengan segala kaitannya; dan ketiga, ekonomi,” ujar Haedar dalam Pengajian Hari Bermuhammadiyah yang digelar di SD Muhammadiyah 5 Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Sabtu (22/2). Acara tersebut juga menandai Pembukaan Musyawarah Wilayah Hizbul Wathan Kalimantan Timur dan peresmian beberapa gedung sekolah Muhammadiyah.
Haedar melanjutkan, sejumlah negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja saat ini memiliki Human Development Index (HDI) yang jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia.
Meskipun Indonesia mengalami kemajuan, namun HDI negara-negara tersebut masih berada di atas kita. “Angka HDI kita memang naik, tapi dibandingkan dengan lima negara ASEAN, Indonesia masih di bawah, bahkan Singapura sudah menjadi negara maju,” ungkap Haedar.
Ia menilai, untuk membangun peradaban yang lebih maju, Indonesia harus memperkuat ketiga pilar tersebut: sumber daya manusia, pendidikan, dan ekonomi. Menurut Haedar, apabila ketiganya kuat, sektor politik juga akan turut kuat. Sebaliknya, jika ketiganya lemah, politik negara akan turut terpengaruh.
Haedar juga mengkritisi perkembangan pendidikan umat Islam di Indonesia yang masih tertinggal meskipun semangat untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah begitu tinggi, terutama di kalangan generasi muda.
“Semangat berumrah dan berhaji luar biasa, namun di bidang pendidikan, umat Islam masih tertinggal. Ini terlihat jelas dari angka HDI kita yang masih di bawah lima negara ASEAN,” tegas Haedar.
Selain itu, Haedar mengungkapkan kekhawatirannya mengenai rendahnya angka IQ orang Indonesia yang berada di angka 78,49, sejajar dengan Timor Leste dan Papua Nugini.
Menurutnya, angka IQ yang rendah seringkali terkait dengan kekurangan gizi, yang pada akhirnya berdampak pada masa depan bangsa.
“Jika IQ kita rendah, kita tidak akan bisa berbuat banyak untuk masa depan,” tutupnya.