Monitorday.com – Di tengah dunia modern yang serba terbuka dan serba cepat ini, menjaga kehormatan diri atau iffah sering kali terasa seperti tantangan besar. Segala sesuatu bisa diakses dalam hitungan detik, informasi mengalir deras tanpa filter, dan budaya populer seolah mendorong kita untuk lebih bebas tanpa batas. Lalu, di mana posisi iffah hari ini? Apakah konsep ini masih relevan, atau justru semakin penting untuk dipertahankan?
Secara sederhana, iffah adalah menjaga diri dari segala hal yang merendahkan harga diri dan kehormatan, baik dalam pikiran, ucapan, maupun perbuatan. Ini bukan hanya soal menahan diri dari perbuatan buruk, tapi lebih luas: iffah mencakup kesadaran untuk hidup dengan prinsip, integritas, dan rasa malu yang positif. Dalam Islam, iffah adalah bagian dari akhlak mulia, bahkan Rasulullah ﷺ sendiri mengajarkan bahwa menjaga kehormatan diri adalah bagian dari iman.
Di zaman sekarang, ketika batasan antara yang privat dan publik semakin kabur, iffah menjadi tameng yang menjaga seseorang tetap bermartabat. Misalnya, dalam penggunaan media sosial. Kita sering melihat bagaimana orang mudah sekali mengumbar hal-hal pribadi demi validasi atau popularitas sesaat. Padahal, mempertahankan iffah mengajarkan kita untuk selektif: mana yang layak dibagikan, mana yang sebaiknya disimpan untuk diri sendiri.
Bukan berarti orang yang menjaga iffah harus menjadi sosok kaku dan tertutup. Justru sebaliknya, mereka yang memiliki iffah mampu bergaul, berkontribusi, dan menjadi bagian dari masyarakat tanpa kehilangan prinsip. Mereka bisa beradaptasi dengan dunia modern, tanpa harus larut dalam arus negatifnya. Mereka tetap bisa tampil percaya diri, aktif, dan produktif, dengan tetap menjaga batasan yang sehat.
Menariknya, konsep iffah ini tidak hanya berbicara soal hubungan antara laki-laki dan perempuan saja, walaupun itu bagian penting. Iffah juga menyentuh aspek lain, seperti menjaga lisan dari ucapan yang tidak pantas, menjaga mata dari melihat hal-hal yang dilarang, hingga menjaga hati dari keinginan-keinginan yang berlebihan. Dalam konteks kerja, iffah berarti bekerja dengan jujur, tidak mengambil yang bukan haknya, dan menjaga profesionalitas.
Salah satu contoh konkret iffah di dunia modern adalah sikap selektif dalam pergaulan. Kita hidup di era jaringan sosial yang luas, di mana bertemu orang baru sangat mudah. Namun, iffah mengajarkan bahwa tidak semua pertemanan membawa kebaikan. Ada kalanya kita harus berani menjaga jarak dari lingkungan yang bisa menggerus nilai-nilai kita. Ini bukan soal merasa lebih baik dari orang lain, tetapi soal menjaga diri agar tetap berada di jalur yang benar.
Lalu, bagaimana cara membangun dan mempertahankan iffah dalam kehidupan sehari-hari? Salah satu kuncinya adalah dengan memperkuat hubungan dengan Allah SWT. Kesadaran bahwa kita selalu dalam pengawasan-Nya membuat kita lebih hati-hati dalam bertindak. Selain itu, membiasakan diri membaca Al-Qur’an, memperdalam ilmu agama, serta mencari lingkungan yang mendukung nilai-nilai kebaikan sangat membantu.
Selain aspek spiritual, penting juga untuk memperkuat mental dan karakter. Dunia modern sering kali menawarkan godaan dalam bentuk yang sangat menarik, dari budaya hedonisme, konsumerisme, sampai gaya hidup instan. Dengan mental yang kuat, kita bisa tetap berpegang pada prinsip tanpa merasa minder atau terseret arus. Di sinilah peran iffah terasa sangat nyata: ia menjadi fondasi yang membuat kita tetap kokoh, bahkan ketika dunia di sekitar kita berubah dengan cepat.
Yang tidak kalah penting, iffah juga harus dibarengi dengan kesadaran diri bahwa setiap manusia berharga dan mulia. Ketika seseorang menyadari nilai dirinya, ia akan lebih mudah menjaga kehormatannya. Ia tidak akan sembarangan mengejar pengakuan atau validasi dari orang lain, karena ia tahu bahwa harga dirinya tidak ditentukan oleh jumlah likes, komentar, atau popularitas dunia maya.
Dalam pandangan Islam, orang yang menjaga iffah akan mendapatkan derajat tinggi di sisi Allah SWT. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barang siapa yang menjaga kehormatannya, Allah akan menjaga kehormatannya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini adalah janji luar biasa: ketika kita berusaha menjaga diri, Allah sendiri yang akan membantu dan memuliakan kita.
Pada akhirnya, iffah bukanlah konsep kuno yang harus ditinggalkan. Justru di tengah dunia yang semakin bebas ini, iffah adalah pelindung yang membuat kita tetap menjadi manusia yang bermartabat. Menjaga iffah bukan berarti membatasi diri, tetapi justru membebaskan diri dari perbudakan nafsu dan tekanan sosial yang menyesatkan. Ia adalah bentuk kebebasan sejati—bebas untuk tetap menjadi pribadi yang terhormat, kuat, dan mulia.
Maka, mari kita jadikan iffah sebagai bagian dari gaya hidup modern kita. Bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk membangun masyarakat yang lebih bermartabat, seimbang, dan penuh nilai kebaikan.