Monitorday.com – Amnesty International mengumumkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu secara resmi menjadi buronan setelah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapannya.
Surat perintah ini juga mencakup mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, terkait dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Palestina.
“Perdana Menteri Netanyahu sekarang resmi menjadi orang buronan,” ujar Agnes Callamard, Sekretaris Jenderal Amnesty International, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Tuntutan Penegakan Hukum Internasional
Callamard menyerukan agar seluruh negara anggota ICC menghormati keputusan tersebut. “Negara-negara anggota ICC dan seluruh komunitas internasional tidak boleh berhenti sampai orang-orang ini diadili di hadapan hakim ICC yang independen dan tidak memihak,” tegasnya.
Surat perintah ICC secara teoretis membatasi pergerakan Netanyahu dan Gallant. Sebagai anggota ICC, 124 negara berkewajiban menangkap mereka jika memasuki wilayahnya.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Joseph Borrell, menegaskan bahwa keputusan ICC bersifat mengikat.
“Ini bukan keputusan politik, melainkan keputusan pengadilan internasional. Semua negara, termasuk anggota Uni Eropa, terikat untuk melaksanakan keputusan ini,” ujar Borrell kepada AFP.
Kejahatan Perang dan Kemanusiaan
ICC menuduh Netanyahu dan Gallant bertanggung jawab atas kejahatan perang, termasuk penggunaan kelaparan sebagai metode peperangan di Gaza.
Selain itu, keduanya juga diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya.
Surat perintah ini dikeluarkan setelah agresi militer Israel di Palestina pada periode 8 Oktober 2023 hingga 20 Mei 2024.
Surat Perintah untuk Tokoh Hamas
Selain Netanyahu dan Gallant, ICC juga menerbitkan surat penangkapan terhadap salah satu pemimpin Hamas, Mohammed Deif, terkait dugaan kejahatan perang selama serangan 7 Oktober 2023 ke Israel.
Tuduhan terhadap Deif mencakup pembunuhan massal, pemerkosaan, dan penyanderaan.
Penuntut ICC menyatakan bahwa penyelidikan terkait kejahatan perang ini akan terus dilakukan, termasuk mengumpulkan informasi baru seputar para tersangka.
Keputusan ini menandai langkah signifikan dalam penegakan hukum internasional terhadap kejahatan perang dan kemanusiaan di wilayah konflik.