News
Indeks Kepercayaan Industri Semakin Meningkat, Tapi Daya Saing SDM Masih Rendah
Rendahnya daya saing SDM industri juga menjadi isu utama pembangunan industri nasional. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja industri. Terlebih, disrupsi di sektor industri menuntut adaptasi yang cepat.
Published
1 year agoon
Monitorday.com – Sejak diluncurkan pada November 2022, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) terus konsisten berada pada titik di atas 50, yang berarti industri sedang ekspansif. Hal ini juga menunjukkan optimisme dari pelaku usaha terhadap perkembangan industri nasional.
IKI merupakan indeks yang dibangun dan dirilis oleh Kementerian Perindustrian menggambarkan tingkat keyakinan atau optimisme pelaku usaha terhadap kondisi perekonomian. IKI juga merupakan gambaran kondisi industri pengolahan dan prospek kondisi bisnis enam bulan ke depan di Indonesia.
IKI diluncurkan untuk memenuhi kebutuhan diagnosis kinerja industri yang lebih menyeluruh. Pasalnya, indikator-indikator yang sebelumnya digunakan belum memberikan data sektor industri yang mendetail. Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan IKI memiliki dua keunggulan, yaitu responden dalam jumlah yang jauh lebih besar bila dibanding indikator lainnya, berkisar antara 6.000 hingga 8.000 perusahaan.
Kedua, responden IKI mewakili 23 subsektor industri manufaktur sehingga datanya lebih proporsional, komprehensif, dan detail.
Sejak pertama kali dirilis, IKI dapat dimanfaatkan oleh para stakeholder, termasuk pemerintah daerah dan kalangan akademisi, untuk mengukur kinerja serta optimisme industri di wilayah masing-masing.
Dalam paparan di kuliah umum yang bertajuk “SDM Industri Berkualitas, IKI Meningkat” di Universitas Andalas, 4 September 2023 tersebut, Menperin menjelaskan bahwa IKI memiliki berbagai manfaat dalam pembangunan industri, yakni sebagai indikator penilaian industri yang terpercaya, mendiagnosis lebih awal permasalahan hingga ke subsektor industri.
Selain itu, IKI juga dapat mengantisipasi terjadinya kerugian lebih besar apabila terjadi permasalahan pada industri, hingga dapat menggambarkan iklim usaha industri sehingga prospek bisnis di semester mendatang dapat diketahui.
“Untuk itu, saya mengajak para akademisi dan mahasiswa untuk menggunakan indikator-indikator pengukuran yang dibuat oleh pemerintah, karena lebih sesuai dengan kondisi di dalam negeri dan lebih akurat karena menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dari industri nasional,” lanjut Menperin.
Dalam kaitan antara peningkatan IKI dengan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) industri, Menperin menyampaikan tantangan yang saat ini masih dihadapi di bidang SDM antara lain tingkat pendidikan usia produktif di Indonesia masih didominasi oleh lulusan pendidikan menengah ke bawah. Selanjutnya, terdapat sekitar 4,45 juta pencari kerja baru setiap tahun dari berbagai sektor.
“Kemudian, data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2022 menunjukkan terdapat 8,42 juta pengangguran, sedangkan sektor industri manufaktur membutuhkan setidaknya 682 ribu orang pertahun yang belum seluruhnya terpenuhi, akibat adanya mismatch antara kompetensi lulusan pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha industri,” jelas Menperin.
Rendahnya daya saing SDM industri juga menjadi isu utama pembangunan industri nasional. Hal ini disebabkan oleh rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja industri. Terlebih, disrupsi di sektor industri menuntut adaptasi yang cepat.
Di samping itu, agenda sustainability yang melibatkan green technology, green industry, dan green economy, juga memberikan tantangan baru dalam penguasaan keahlian pada bidang-bidang yang dinamakan sebagai green jobs.
Karenanya, Kemenperin membuka diri untuk menjalin kerja sama lebih lanjut, baik dengan akademisi maupun pemerintah daerah. Kerja sama tersebut bertujuan meningkatkan peran stakeholder dalam kolaborasi yang efektif untuk percepatan pembangunan industri nasional.
“Banyak sekali yang dapat dikerja samakan, baik dalam hal pengembangan SDM melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI), penguatan mesin dan peralatan untuk mendukung hilirisasi di IKM, maupun melalui Badan Standardisasi Kebijakan dan Jasa Industri (BSKJI) untuk pengembangan teknologi, dan lain-lain,” terang Menperin.
Juru Bicara Kemenperin sekaligus Staf Khusus Menteri Bidang Hukum dan Pengawasan Febri Hendri Antoni Arif mengungkapkan, IKI merupakan referensi untuk mengetahui kinerja industri manufaktur Indonesia. Akademisi dan para mahasiswa dapat menggunakannya sebagai referensi dan menyandingkannya dengan data PDB dari Badan Pusat Statistik.
Dengan adanya data dari 23 subsektor, performa industri manufaktor dapat terlihat dengan lebih detail. “Sebelumnya, para investor memantau kinerja sektor manufaktur dengan menggunakan indikator lain, seperti Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur. Kemenperin membangun IKI agar mendapatkan indikator yang lebih detail,” terang Febri.
IKI terdiri dari tiga variabel penyusun, yaitu pesanan baru, produksi, dan persediaan produk. Febri menjelaskan, IKI dapat menjadi referensi terkait kondisi sektor industri, termasuk mengenai SDM industri. “Misalnya, bila salah satu subsektor sedang ekspansi maupun kontraksi, hal ini berhubungan dengan peningkatan serapan tenaga kerja,” jelasnya.
Kepala BPSDMI Kemenperin Masrokhan menjelaskan, Kemenperin menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam rangka menciptakan SDM industri yang terampil dan kompeten dalam rangka mendukung hilirisasi industri serta dapat membantu meningkatkan Indeks Kepercayaan Industri.
Keunggulan sekolah dan politeknik vokasi industri Kemenperin dalam mencetak SDM kompeten adalah melalui penyelenggaraan pendidikan dual system dengan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) learning model berstandar global yang disesuaikan dengan kebutuhan industri sehingga siap kerja.