Indonesia berupaya membangkitkan kembali kepercayaan dan solidaritas global, sebagaimana semangat yang diwariskan oleh Konferensi Asia Afrika 1955 yang dikenal dengan Bandung Spirit, dalam Sidang Majelis Umum ke-78 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, pada Sabtu (23/9).
Bandung Spirit menyerukan penghormatan terhadap HAM dan Piagam PBB, yaitu kedaulatan dan integritas teritorial, kesetaraan semua ras dan bangsa, penyelesaian sengketa secara damai, dan pemajuan kerja sama yang saling menguntungkan.
Hal tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, seperti dilansir laman Kemlu, Minggu (24/9). Menurut Retno, kepemimpinan global bukan soal kekuasaan dan memengaruhi pihak lain, tapi “mendengarkan, membangun jembatan, menghormati aturan hukum secara konsisten, dan memperlakukan semua negara secara sama,” ujarnya.
Sesuai dengan tema Sidang Majelis Umum PBB tahun ini, yaitu membangun kembali kepercayaan dan solidaritas global, Retno menyampaikan tiga poin utama mengenai bagaimana komunitas dunia dapat melakukannya.”Pertama, membentuk kepemimpinan global yang kolektif. Nasib dunia tidak bisa hanya ditentukan beberapa kekuatan besar,” tegas Retno.
Retno menyatakan, semua negara, baik itu negara kecil atau besar, berkembang atau sudah maju, memiliki suara yang sama. Ia mendorong semua negara untuk mematuhi aturan internasional, terutama yang fundamental seputar kedaulatan dan integritas wilayah. “Solusi seharusnya bisa diselesaikan di meja perundingan, bukan di medan perang,” tutur Retno.
Poin kedua adalah advokasi mengenai pertumbuhan bagi semua negara. Menlu Retno menegaskan bahwa semua negara berhak tumbuh, namun arsitektur global saat ini hanya menguntungkan beberapa pihak.
Banyak negara kesulitan mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs, karena berbagai hal, termasuk terhambat utang luar negeri. Menurut Retno, negara-negara maju perlu turut membantu negara yang mengalami kesulitan untuk membangun masa depan yang lebih kuat bersama-sama.
Ketiga adalah memperkuat kerja sama regional. Sebagai ketua ASEAN tahun ini, Retno mengatakan bahwa Indonesia telah menavigasi ASEAN melewati geopolitik yang dinamis. Ia mengatakan bahwa ASEAN sudah berhasil melakukan hak serupa sejak 5 dekade terakhir.
“ASEAN kembali menegaskan bahwa kami tidak akan menjadi ‘pion catur’ dari rivalitas (kekuatan-kekuatan besar). Asia Tenggara harus menjadi episentrum pertumbuhan (epicentrum of growth), di mana semua negara mendapat keuntungan,” ungkap Retno.
Retno mengatakan, bahwa banyak proposal telah dibuat untuk membangun kembali kepercayaan dan solidaritas global. Namun nyatanya, tujuan tersebut masih belum dapat diwujudkan.”Waktu terbaik untuk beraksi mungkin sudah lewat, tapi waktu terbaik kedua adalah saat ini. Mari kita jadikan komitmen menjadi aksi nyata. Masyarakat kita dan dunia menanti, dan kita harus menyuguhkan hasil nyata,” ungkapnya.