News
Ini Alasan Mengapa Dukungan Anies-Cak Imin Sangat Rendah di Jawa Timur
Published
1 year agoon
Monitorday.com – Pasangan capres-cawapres Anies Baswedan-Muhamin Iskandar (Cak Imin) hingga kini masih menempati posisi terendah secara elektabilitas berdasarkan beberapa survei yang ada. Bahkan pasangan yang diusung koalisi Perubahan ini juga menempati posisi buncit di Jawa Timur, yang notabene basis suara Nahdlatul Ulama dan PKB.
Hal itu menjadi pekerjaan rumah yang segera harus diselesaikan oleh koalisi. Pengamat Politik Surabaya Survey Center (SSC) Mochtar W Oetomo menyebut beberapa sebab mengapa Anies-Cak Imin memiliki elektabilitas paling rendah di Jawa Timur.
Menurut Mochtar, bersatunya Anies dan Cak Imin ibarat dua kutub yang dipaksakan, sehingga yang terjadi adalah kontraproduktif. Ia menilai, saat ini terjadi kebingungan di pemilih PKB dan pemilih Anies. Karena dua kelompok pemilih ini masih kaget usai Anies-Cak Imin berpasangan.
“Menjadi gamang bagi pemilih PKB karena mereka sulit membayangkan mencoblos Anies karena peristiwa bertahun-tahun sebelumnya bahwa pemilih PKB yang mayoritas Nahdliyin sama sekali bukan pendukung bahkan minimal simpatisan Anies,” jelas Mochtar, kepada Wartawan Rabu (11/10).”
Sebaliknya bagi pendukung Anies, bergabung dengan Cak Imin melahirkan kekecewaan. Di antaranya sejumlah pihak yang selama ini di belakang Anies menganggap Cak Imin tidak mewakili keinginan ulama. Jadi kontraproduktif. Yang terjadi saat ini pemilih Anies tidak bisa menerima Cak Imin dan pemilih PKB tidak bisa menerima Anies,” sambungnya.
Menurut Mochtar, faktor mendasar terkait jarak ideologis yang lebar antara kelompok Anies dan PKB menjadi tugas besar AMIN. Karena dua kelompok pemilih ini, selama ini berseberangan, sulit untuk dipersatukan.
“Sebenarnya yang dilakukan oleh keduanya dengan terus menerus menyerbu Jatim itu upaya dalam memecah kebuntuan itu. Hanya saja setelah diukur beberapa kali survei ternyata itu belum optimal dan elektabilitasnya masih cenderung stagnan. Ada jarak ideologis yang lebar terutama di pemilih Anies dan PKB di Jatim,” jelasnya.
Mochtar menilai, AMIN perlu mempertimbangkan pergeseran fokus kampanye untuk meraih ceruk suara yang lebih optimal. Salah satunya di wilayah Jawa Barat yang relatif lebih menerima AMIN.
“Ketika pihak AMIN sulit meyakinkan pemilih PKB, seharusnya mereka mencoba meyakinkan pemilih Anies. Barangkali perlu dicoba untuk menggeser wilayah safari tidak hanya rutin ke Jatim, tapi ke Barat. Misalnya Sumatra, DKI Jakarta, dan Jawa Barat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Mochtar mengatakan, Anies harus bisa menjadi sosok yang memecah kebuntuan terkait tidak bertemunya pemilih PKB dengan pemilihnya. Pemilih PKB dan Anies masih kaget, karena ini persoalan ideologis.
“Tidak semudah itu membalikkan. Kalaupun tokoh alternatif ya harus Anies sendiri yang memecah kebuntuan ini. Karena sejauh ini kalau bicara konteks pilpres, tokoh pendamping pasangan atau ketua timses tidak terlalu berdampak dan berpengaruh,” jelasnya.
“Dalam pilpres psikologi pemilih Indonesia itu melihat sosok capres dan cawapresnya, terutama capres. Yang bisa memecah kebuntuan ini ya Anies sendiri. Sangat mengkhawatirkan juga kalau Anies terlalu fokus di Jatim dan berusaha membuat pemilih PKB menerima dia, yang justru bahaya untuk pemilihnya di luar Jatim yang merasa tidak dirawat. Justru akan memperbesar jumlah pengurangan suara,” demikian Mochtar W Oetomo.