Beberapa hari ini ramai pemberitaan di media massa soal status kehalalan pewarna Karmin atau yang berasal dari serangga Cochineal untuk dijadikan sebagai bahan pewarna makanan, minuman, kosmetika, obat-obatan dan lain-lain.
Menanggapi hal tersebut, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Makanan (LPPOM) MUI mengatakan, bahwa pihaknya telah melakukan pemeriksaan laboratorium.
“Bahan ini berasal dari serangga Cochineal yang hidup di tanaman kaktus, tidak hidup dari makanan najis,” kata Direktur LPPOM MUI, Muti Arintawati dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu (30/9).
Muti menjelaskan, pemeriksaan halal tersebut dilakukan untuk memastikan produk telah dibuat dengan bahan halal sesuai kriteria Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH).
Dari hasil pemeriksaan tersebut, kata Muti, MUI telah mengeluarkan Fatwa Nomor 33 Tahun 2011 tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal.
Muti mengatakan, fatwa tersebut memutuskan bahwa pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga Cochineal hukumnya halal. Dengan catatan, hal tersebut bisa bermanfaat dan tidak membahayakan.
“Atas dasar inilah, Komisi Fatwa MUI memberikan fatwa halal terhadap bahan tersebut,” terangnya.
Sehingga, imbuh dia, produk-produk pangan yang memakai pewarna alami Karmin termasuk aman dikonsumsi. Ukuran keamanan konsumsi Cochineal ini terlihat dari bahan yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Kehalalan produk ditentukan oleh Komisi Fatwa MUI setelah mencermati kajian Laboratorium LPPOM MUI dan tanggapan ahli. Sedangkan keamanan dan efektivitas produk ditentukan oleh BPOM.
“Terkait keamanan pangan, produk-produk yang memakai pewarna alami Karmin telah memiliki izin edar BPOM sehingga aman dikonsumsi oleh masyarakat,” tutupnya.