Monitorday.com – Lembaga Sensor Film (LSF) berkomitmen untuk memberikan tontonan yang layak, sehat, dan bermanfaat bagi masyarakat. Dalam upaya tersebut, LSF hadir sebagai pilar pengawal kualitas film yang sesuai dengan klasifikasi usia, guna menjaga nilai-nilai edukasi dalam setiap karya yang diputar.
Komitmen ini semakin nyata dalam setiap langkah LSF, termasuk saat menyelenggarakan acara Sosialisasi Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GNBSM) yang berlangsung di XXI Cirebon Superblok pada Sabtu, 7 Desember 2024. Ketua LSF, Naswardi, mengungkapkan bahwa gerakan ini bukan sekadar program, melainkan langkah nyata menuju Indonesia yang lebih baik melalui penyajian tontonan yang sehat bagi generasi penerus bangsa.
Sepanjang tahun 2024, kontribusi film nasional dalam jumlah penonton mencapai angka yang sangat signifikan, yaitu 64,6 persen. Angka ini bukan hanya sekadar data, melainkan cerminan dari dukungan dan apresiasi luar biasa dari masyarakat Indonesia terhadap karya-karya lokal.
Film nasional kini semakin diterima dengan hangat, menjadi pilihan utama bagi penonton yang ingin menikmati hiburan berkualitas sekaligus memberikan edukasi. Dengan peningkatan jumlah penonton ini, LSF berhasil membuktikan bahwa film nasional mampu bersaing di tengah arus deras industri film global.
Pencapaian ini juga menunjukkan bahwa LSF tidak hanya bertugas untuk menyensor, tetapi juga untuk mempromosikan karya-karya film yang memberikan dampak positif bagi masyarakat. Melalui setiap film yang disensor, LSF menegaskan perannya sebagai penjaga garda pertama terhadap tontonan yang masuk ke ruang publik.
Di bawah pengawasan LSF, setiap film yang tayang memiliki jaminan bahwa ia layak dikonsumsi sesuai dengan usia dan kebutuhan penontonnya. Di tengah gempuran film-film asing, LSF dengan bijak terus mendukung karya anak bangsa untuk tetap bersinar di layar lebar.
Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Laksono, turut memberikan apresiasi terhadap upaya LSF dalam membangun literasi tontonan yang berkualitas. Ia menyadari bahwa LSF memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kualitas tontonan di Indonesia.
Sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk memutuskan kelayakan sebuah film, LSF menjadi garda terdepan dalam melindungi publik dari dampak negatif film yang tidak sesuai. Sebuah tanggung jawab besar yang memerlukan ketelitian dan kebijaksanaan, yang selama ini berhasil diemban oleh LSF dengan penuh dedikasi.
Tak hanya sekadar sosialisasi, acara tersebut juga dilengkapi dengan diskusi hangat yang dihadiri oleh berbagai tokoh penting dalam dunia perfilman. Di antaranya adalah Akmal Mustapha, aktor ternama, serta Agung Sentausa, sutradara handal yang turut berbagi pemikiran tentang proses kreatif di balik pembuatan film. Diskusi ini dipandu oleh Dr. Zaqia Ramallah, M.Sn., Ketua Subkomisi Penelitian dan Pengembangan LSF RI, yang memantik antusiasme peserta, terutama kalangan milenial yang hadir dalam jumlah besar.
Salah satunya adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Cirebon yang dengan penuh semangat mengikuti jalannya diskusi hingga akhirnya menikmati film “Sampai Nanti Hana.”
Film “Sampai Nanti Hana” yang menjadi sorotan dalam acara tersebut ternyata memberikan pesan yang sangat mendalam tentang bahaya kekerasan verbal. Sebuah isu yang seringkali dianggap sepele namun dapat berdampak besar pada kesehatan mental seseorang. Melalui film ini, LSF berhasil mengedukasi masyarakat tentang betapa seriusnya kekerasan verbal, yang dapat menimbulkan luka yang tak kasat mata, tetapi berdampak jauh lebih lama daripada kekerasan fisik.
Film ini hadir sebagai cermin yang mengingatkan kita semua akan pentingnya menjaga kata-kata, karena kata-kata yang menyakitkan dapat merusak jiwa tanpa terlihat oleh mata.
Inilah langkah konkret LSF dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya tontonan yang bermakna. Di tengah era digital yang begitu terbuka dan penuh dengan konten-konten yang mudah diakses, LSF hadir sebagai penyeimbang. LSF tidak hanya berfungsi sebagai lembaga penyensor, tetapi juga sebagai lembaga yang memperkenalkan konsep sensor mandiri kepada masyarakat.
Ini adalah bagian dari upaya untuk menciptakan kesadaran kolektif bahwa tontonan yang baik bukan hanya menghibur, tetapi juga mampu memberikan manfaat edukatif yang bisa membentuk karakter dan pola pikir yang lebih baik.
Generasi emas 2045 bukanlah sebuah angan-angan, melainkan sebuah tujuan yang harus diwujudkan bersama. LSF memainkan peran penting dalam perjalanan panjang ini. Dengan memastikan setiap film yang tayang memiliki kualitas dan pesan yang sesuai, LSF berkontribusi pada pembentukan generasi penerus yang cerdas, berkarakter, dan sehat secara mental.
Sebagai bangsa yang memiliki potensi besar, sudah saatnya kita memberikan tontonan yang dapat mendidik dan menginspirasi, agar generasi muda Indonesia siap menyongsong masa depan yang gemilang dengan penuh daya unggul.