Pengamat politik terkemuka, Ujang Komarudin, menyoroti kebutuhan Indonesia akan kehadiran oposisi yang kuat di parlemen guna menjaga kesehatan demokrasi. Namun, ia menunjukkan bahwa karakteristik umum dari partai politik (parpol) di Indonesia cenderung tidak memiliki daya tahan untuk berperan sebagai oposisi.
Komentar tersebut dilontarkan oleh Ujang menyusul pertemuan antara Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), dengan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh.
Usai pertemuan tersebut, Jokowi mengaku hendak menjadi “jembatan” dalam perpolitikan Tanah Air. Pada hari Selasa (20/2/2024), Jokowi mengumumkan rencananya untuk bertemu dengan para pemimpin parpol lainnya setelah berdialog dengan Surya Paloh.
Ujang menilai langkah Jokowi tidak salah apabila bertujuan untuk membentuk koalisi besar yang mendukung pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Pengamat politik tersebut menyoroti bahwa dari parpol-parpol yang saat ini tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju, hanya empat di antaranya yang diproyeksikan akan masuk ke parlemen, yaitu Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat.
“Butuh penambahan partai politik, yang kalah agar bisa bergabung. Dalam konteks itu, bisa jadi (yang dimaksud Jokowi) jembatan itu bisa jadi jembatan komunikasi antara partai-partai yang kalah, salah satunya NasDem, berkomunikasi dengan Prabowo, dengan Koalisi Indonesia Maju,” kata Ujang dalam program “Kompas Petang” Kompas TV, Selasa.
Ujang, yang merupakan lulusan Universitas Indonesia, menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran memerlukan dukungan yang kuat. Ia juga memprediksi bahwa banyak partai politik akan tergoda untuk bergabung dengan pemerintahan tersebut.
“Saya yakin, maaf ya, ini adalah prediksi saya bahwa pertemuan antara Surya Paloh dan Jokowi adalah indikasi bahwa NasDem juga tertarik untuk mendekati kekuasaan. Hal tersebut adalah naluri politisi dan partai yang ingin mendapatkan kekuasaan,” tambah Ujang.