Monitorday.com – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kondisi likuiditas di Indonesia. Meski pertumbuhan ekonomi mencapai lebih dari 5%, Jokowi menilai peredaran uang semakin kering.
Menurutnya, hal ini disebabkan oleh penerbitan instrumen keuangan seperti Surat Berharga Negara (SBN), Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI).
“Meskipun kalau kita lihat kadang-kadang di bawah tadi saya sampaikan ke Pak Gub, Pak Gubernur saya mendengar dari banyak pelaku usaha ini kelihatannya kok peredaran uangnya makin kering,” kata Jokowi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Sejak awal tahun, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) melambat dibandingkan dengan tahun lalu. Pada Desember 2022, dana masyarakat yang disimpan di bank tumbuh 9,4% secara tahunan menjadi Rp 7.929,5 triliun.
Pada Juni 2023, pertumbuhan DPK hanya mencapai 6,4% yoy, dan pada akhir Desember 2023, DPK hanya naik 3,8% yoy menjadi Rp 8.234,2 triliun.
Namun, lima bulan setelah pernyataan Jokowi, DPK industri perbankan di Indonesia melesat signifikan. Bank Indonesia mencatat pertumbuhan DPK sebesar 8,21% yoy per April 2024, yang merupakan angka tertinggi sejak Desember 2022.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bahwa pertumbuhan DPK tersebut penting untuk menjaga likuiditas bank dalam mendukung ekspansi kredit.
“Likuiditas kuat tercermin dari AL/DPK tercatat tinggi 25,62%,” kata Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur di Jakarta, Rabu (22/5).
Suku bunga perbankan per April 2024 tercatat stabil meski era suku bunga tinggi masih berlangsung. Suku bunga deposito dan kredit masing-masing 4,59% dan 9,25%, relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya.
“Suku bunga perbankan tetap terjaga dipengaruhi memadainya likuiditas perbankan sejalan dengan bauran kebijakan BI sejalan dengan kebijakan KLM (Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial) dan dampak kebijakan transparansi SBDK,” ujar Perry.
Data BI menunjukkan bahwa per Maret 2024, suku bunga kredit menurun sementara bunga simpanan naik. Rata-rata tertimbang suku bunga kredit sebesar 9,25%, turun dari 9,28% pada bulan sebelumnya.
Bunga deposito tenor 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan masing-masing sebesar 5,69%, 5,83%, dan 3,94%, naik dari 5,67%, 5,80%, dan 3,81% pada bulan sebelumnya.
Pada April 2024, kredit tumbuh 13,09% yoy. Tingginya permintaan kredit dipengaruhi oleh sisi penawaran, yang didukung permodalan kuat perbankan, serta kinerja korporasi dan rumah tangga.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit investasi, modal kerja, dan konsumsi masing-masing tumbuh 15,69% yoy, 13,25% yoy, dan 10,34% yoy.
Perry Warjiyo optimistis dengan pertumbuhan DPK dan kredit yang mencerminkan kekuatan likuiditas perbankan Indonesia, meski Jokowi sempat mengungkapkan kekhawatiran terhadap kondisi likuiditas.
Langkah-langkah yang diambil BI diharapkan dapat menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi ke depan.