Monitorday.com – Pagi ini, sambil menyeruput segelas kopi Aceh “Ulee Karaeng Coffee” oleh-oleh dari seorang sahabat yang paham betul selera, saya membuka media sosial seperti biasa. Tapi bukan sekadar kabar tentang kemacetan atau cuaca yang muncul pertama. Kali ini, sebuah video pendek menyita perhatian saya: Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, menyambangi Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi. Katanya, kunjungan itu untuk belajar dari kepemimpinan Kang Dedi. Tentu ini kabar baik, dan ya, kopi pagi saya jadi terasa lebih nikmat.
Sebagai anak Maluku Utara yang kini merantau dan menetap di Jawa Barat, ada rasa bangga sekaligus haru. Betapa tidak, Gubernur Sherly mau jauh-jauh datang untuk belajar. Hal ini menunjukan bahwa sang Gubernur wanita yang rendah hati, mau belajar dan terbuka terhadap pengalaman baru, nilai-nilai pemimpin seperti inilah yang seringkali kita rindukan.
Tapi di balik kabar hangat itu, saya jadi terdiam sebentar. Ada sesuatu yang mencuat, bukan dari berita, tapi dari benak saya sendiri. Kang Dedi, gubernur yang dikenal merakyat, santai tapi tegas, dan… ya, kini menyandang status duda. Sementara Bu Sherly? Sama, janda yang tegas, elegan, dan penuh empati. Mungkinkah cinta tumbuh di meja Gubernur?
Lalu saya berpikir dan sejujurnya, mungkin Anda juga, bagaimana jika keduanya disatukan, bukan hanya oleh visi pembangunan, tapi oleh rasa yang lebih personal?
Ah, saya tahu ini hanya angan-angan. Tapi apa salahnya berandai? Bukankah rakyat juga boleh membayangkan kisah cinta para pemimpinnya? Apalagi jika keduanya sama-sama punya daya tarik politik dan kemanusiaan yang kuat.
Coba bayangkan ini: jika suatu saat Kang Dedi dipilih atau bahkan direkomendasikan oleh Presiden Prabowo untuk maju sebagai Presiden RI, dan Bu Sherly berada di sampingnya, bukan sekadar sebagai gubernur lain, tapi sebagai istri, pendamping, sekaligus calon Ibu Negara. Rasanya seperti sebuah bab baru dalam sejarah kepemimpinan negeri ini yang tidak hanya rasional tapi juga emosional.
Tentu, saya sadar ini belum lebih dari pertemuan dua pemimpin yang saling mengagumi cara kerja satu sama lain. Tapi bukan rahasia lagi bahwa publik suka membaca “tanda-tanda.” Tatapan mata, gaya bicara, hingga cara mereka saling menyambut dalam video singkat itu… semuanya seolah mengandung cerita yang belum selesai.
Dan publik mulai bertanya-tanya. Apakah ini hanya kolaborasi antar provinsi? Atau benih-benih kisah besar yang sedang tumbuh diam-diam?
Oh iya, Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Lutfi, juga duda. Tapi sejauh ini belum terdengar kabar kedekatannya dengan Bu Sherly. Dan jujur saja, jika dibandingkan dari sisi pesona, gaya komunikasi, hingga rekam jejak, Kang Dedi masih lebih unggul di mata publik.
Apapun itu, kita semua tahu: kepemimpinan tak hanya dibentuk di ruang rapat dan panggung politik, tapi juga oleh kisah-kisah personal yang menyentuh. Jika benar ada jodoh di antara Sherly dan Kang Dedi, maka mungkin bangsa ini tak hanya akan menyambut pasangan pemimpin yang serasi, tapi juga cerita cinta yang bisa menjadi teladan tentang sinergi dan keberanian.
Untuk sekarang, saya hanya bisa menyeruput sisa kopi ini dan terus mengikuti perkembangan mereka. Karena siapa tahu, kisah pagi ini akan menjadi bab pembuka dari cerita besar Indonesia di masa depan.