Pernahkah Anda mendengar kisah tentang pembelahan bulan yang terjadi pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam? Keajaiban ini menjadi bukti tak terbantahkan akan kekuasaan Allah dan kenabian Rasul-Nya. Meskipun dalam pandangan akal manusia, peristiwa ini mungkin terasa mustahil, namun kuasa Allah melebihi segala batasan, dan itu adalah salah satu pelajaran penting tentang iman.
Pada suatu waktu sebelum hijrah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, beberapa tokoh kafir Quraisy, seperti Abu Jahal, Walid bin Mughirah, dan Al ‘Ash bin Qail, berkumpul. Mereka meminta Rasulullah untuk membelah bulan sebagai bukti kenabian-Nya. Mereka berkata, “Seandainya kamu benar seorang nabi, maka belahlah bulan menjadi dua.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam menanggapi tantangan mereka dengan bijak, “Apakah kalian akan masuk Islam jika aku sanggup melakukannya?” Mereka setuju, dan Rasulullah berdoa kepada Allah agar bulan terbelah menjadi dua. Dengan isyarat jarinya, bulan pun terbelah menjadi dua bagian. Sambil menyebut nama setiap orang kafir yang hadir, Rasulullah berkata, “Hai Fulan, bersaksilah kamu. Hai Fulan, bersaksilah kamu.”
Keajaiban ini begitu nyata, hingga jarak antara dua bagian bulan membuat gunung Hira terlihat berada di antara keduanya. Meskipun banyak yang menyaksikan peristiwa ini, para kafir mengklaim itu sebagai sihir. Namun, para ahli mengingatkan bahwa sihir mungkin bisa mempengaruhi mereka yang berada di dekatnya, tetapi tidak mampu mempengaruhi orang yang tidak ada di tempat itu. Oleh karena itu, para kafir menunggu kedatangan orang yang baru pulang dari perjalanan.
Ketika orang Quraisy yang pertama kali tiba dari perjalanan sampai di Mekkah, orang-orang musyrik bertanya kepada mereka, “Apakah kalian melihat sesuatu yang aneh dengan bulan?” Mereka menjawab, “Ya, benar. Pada suatu malam yang lalu kami melihat bulan terbelah menjadi dua dan menjauh masing-masingnya kemudian bersatu kembali…”
Kisah pembelahan bulan ini memunculkan dua reaksi berbeda di kalangan Quraisy. Beberapa di antara mereka mempercayai tanda kebesaran Allah dan mengikuti iman. Namun, sebagian lainnya tetap pada kekafiran mereka.
Allah SWT mencatat peristiwa ini dalam Al-Qur’an, “Sungguh, telah dekat hari qiamat, dan telah terbelah bulan, dan ketika melihat tanda kebesaran Kami, merekapun ingkar lagi berpaling seraya berkata, ‘Ini adalah sihir yang terus-menerus’, dan mereka mendustakannya, bahkan mengikuti hawa nafsu mereka. Dan setiap urusan benar-benar telah tetap…” (QS. Al-Qamar 54:1-).
Kisah ini mengingatkan kita bahwa tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah, dan keajaiban-Nya dapat menguji iman kita. Ini juga mengingatkan kita akan kekuasaan kenabian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam, yang membuktikan bahwa dia adalah utusan Allah SWT. Semua ini mengilhami kita untuk tetap bersikap tawakkal kepada Allah dalam setiap aspek kehidupan kita.