News
Ketimpangan Digital di Sekolah: Tantangan Implementasi Teknologi di Daerah Terpencil
Published
52 minutes agoon
Monitorday.com – Di tengah era digital yang melaju bak arus sungai deras, teknologi telah menjelma menjadi jembatan emas menuju dunia pengetahuan tanpa batas. Namun, tidak semua anak bangsa mampu menapaki jembatan itu dengan mudah.
Ada tembok pemisah yang begitu mencolok, itulah ketimpangan digital yang menjadi bayangan kelam bagi banyak pelosok Indonesia, jauh dari gemerlap kota besar.
Di tempat-tempat itu, layar canggih dan koneksi internet bukanlah hal biasa yang hadir begitu saja. Mereka adalah mimpi yang terasa jauh, nyaris mustahil untuk diraih.
Lantas di perkotaan, sekolah-sekolah sibuk menggenggam dunia dengan sinyal kuat dan gawai mutakhir. Namun, di pedalaman, semuanya hanya bayang-bayang: komputer menjadi barang langka, dan koneksi internet adalah dongeng indah yang belum nyata.
Ketimpangan ini menciptakan luka dalam pada sistem pendidikan nasional. Bagaimana tidak? Kurikulum nasional mendorong digitalisasi pembelajaran, tetapi realitas di lapangan berkata lain. Banyak sekolah di pelosok tidak hanya kekurangan infrastruktur teknologi, tetapi juga tersendat oleh keterbatasan sumber daya manusia yang memahami dan menguasai teknologi.
Seorang guru dari pegunungan Papua, dengan suara lirih, menggambarkan kisah pilunya.
“Kami di sini tidak punya sinyal untuk internet, apalagi aplikasi pembelajaran. Komputer? Kadang hanya satu untuk seluruh sekolah. Anak-anak nyaris tidak pernah menyentuhnya. Itu seperti benda dari dunia lain,” ucapnya, penuh keprihatinan.
Ia melanjutkan dengan cerita getir lainnya, bahwa pelatihan teknologi hampir tak pernah sampai di wilayahnya.
“Kami seperti berjalan dalam kegelapan. Ada tuntutan untuk membawa pembelajaran ke era digital, tapi kami tidak tahu harus mulai dari mana,” katanya.
Cerita ini bukanlah kisah tunggal. Di banyak tempat terpencil di Indonesia, tembok besar infrastruktur yang belum memadai menjadi tantangan terbesar. Biaya perangkat seperti laptop dan proyektor sering kali menjulang terlalu tinggi untuk anggaran sekolah kecil. Bahkan ketika teknologi tersedia, tanpa pelatihan yang memadai, guru-guru tetap akan merasa gentar dan canggung.
Ketimpangan ini adalah luka yang harus segera diobati. Pemerintah harus mengambil langkah berani untuk memastikan jembatan digital benar-benar terbentang hingga ke pelosok. Perluasan infrastruktur teknologi tidak boleh lagi menjadi wacana tanpa akhir; ini harus menjadi janji yang ditepati.
Lebih dari itu, pemberdayaan guru melalui pelatihan teknologi harus menjadi prioritas utama. Para pendidik di daerah terpencil tidak hanya membutuhkan alat, tetapi juga ilmu untuk menggunakannya dengan percaya diri. Subsidi perangkat teknologi untuk sekolah-sekolah kecil juga adalah langkah yang tak terhindarkan jika Indonesia ingin benar-benar memutus mata rantai ketimpangan digital ini.
Anak-anak di pedalaman adalah bagian dari masa depan bangsa ini. Mereka berhak atas peluang yang sama untuk bermimpi besar dan mengejarnya. Jika jembatan teknologi benar-benar dibangun dengan kokoh, mimpi mereka tidak lagi akan menggantung di udara—tetapi menjelma nyata, membuka jalan menuju masa depan yang lebih baik untuk seluruh Nusantara.
Sebagai seorang mahasiswa program doktor, saya menyerukan kepada pemerintah untuk menjadikan langkah-langkah berikut ini;
1. Penguatan Infrastruktur Teknologi: Memperluas jaringan internet ke wilayah-wilayah yang belum terjangkau, terutama daerah-daerah terpencil seperti pegunungan Papua. Program kerja sama dengan penyedia layanan internet untuk membangun tower jaringan di daerah ini sangat diperlukan.
2. Distribusi Perangkat Teknologi: Menyediakan perangkat teknologi seperti komputer dan proyektor secara merata ke sekolah-sekolah di daerah terpencil, termasuk subsidi khusus untuk daerah dengan akses minim.
3. Pelatihan Guru: Melaksanakan pelatihan intensif dan berkala bagi guru di daerah terpencil untuk meningkatkan kompetensi digital mereka. Pelatihan ini dapat dilakukan secara tatap muka atau menggunakan modul offline yang mudah diakses.
4. Program Mobile Education: Menggunakan kendaraan edukasi keliling yang dilengkapi perangkat teknologi dan jaringan internet untuk menjangkau sekolah-sekolah di daerah sulit.
5. Peningkatan Anggaran Pendidikan di Daerah 3T: Menyesuaikan alokasi dana pendidikan yang lebih besar untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), guna menjamin pemerataan teknologi pendidikan.
Ketimpangan digital di dunia pendidikan ibarat jurang yang kian menganga, tidak hanya meredupkan cahaya ilmu, tetapi juga memperdalam luka kesenjangan sosial.
Jika dibiarkan, generasi muda di pelosok negeri berisiko tercecer, jauh dari gerbong kemajuan, terasing dalam persaingan dunia kerja yang makin bergema oleh jejak digital.
Maka, diperlukan harmoni sinergi pemerintah, swasta, dan masyarakat bergandengan tanganmembangun jembatan harapan, demi mewujudkan pendidikan yang merata dan menyeluruh di seluruh penjuru Nusantara.
Penulis: Dila Charisma
Mahasiwa Program Doktoral Prodi Ilmu Pendidikan Bahasa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang