Monitorday.com – Dalam struktur beragama Islam, terdapat tiga lapisan utama yang saling melengkapi: Islam, Iman, dan Ihsan. Islam adalah fondasi lahiriah—syahadat, salat, puasa, zakat, dan haji. Iman adalah keyakinan batiniah kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, dan takdir. Namun, di puncak tertinggi, ada ihsan—sebuah kualitas spiritual yang menjadikan seseorang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya. Jika tidak mampu, maka ia sadar bahwa Allah senantiasa melihat dirinya.
Ihsan tidak menggantikan Islam atau Iman, melainkan menyempurnakannya. Seorang muslim bisa saja menunaikan semua rukun Islam dan memiliki keyakinan yang kuat, tetapi tanpa ihsan, amalnya bisa terasa hambar dan rutinitas. Ihsan memberikan ruh, rasa, dan kedalaman dalam setiap ibadah dan amal perbuatan.
Rasulullah ﷺ dalam hadis Jibril menunjukkan secara eksplisit bahwa ihsan adalah dimensi tertinggi dalam beragama. Ihsan adalah buah dari iman yang mendalam dan keislaman yang konsisten. Seorang yang berihsan tidak hanya menjalankan kewajiban karena aturan, tapi karena cinta. Ia salat dengan hati yang hadir, bukan sekadar gerakan tubuh. Ia memberi dengan ikhlas, bukan karena ingin dipuji. Ia bersabar karena percaya bahwa semua ujian mengandung hikmah dari Allah.
Dalam konteks kehidupan sosial, ihsan mendorong kita untuk berbuat lebih dari sekadar adil. Ihsan berarti membalas keburukan dengan kebaikan, memberi tanpa berharap kembali, dan memaafkan meski mampu membalas. Al-Qur’an menyebutkan, “Balaslah kejahatan dengan yang lebih baik, maka orang yang bermusuhan denganmu akan menjadi seperti teman yang setia.” (QS. Fussilat: 34).
Ihsan juga mengubah perspektif seorang hamba. Ia tidak lagi melihat hidup ini hanya dari sisi duniawi, tetapi juga dari sisi ukhrawi. Ia memandang masalah sebagai sarana mendekat kepada Allah, dan kesuksesan sebagai ujian kesyukuran. Semua dilihat dalam bingkai ridha dan pengawasan Allah.
Maka, berusahalah untuk naik dari level Islam dan Iman menuju Ihsan. Tidak mudah, tapi sangat berharga. Karena ihsan adalah tanda bahwa seseorang benar-benar dekat dengan Tuhannya—bukan hanya melalui ibadahnya, tapi juga melalui setiap langkah kehidupannya.