Pada saat awal penaklukan Mesir oleh pasukan Islam, Umar bin Khatab, yang saat itu memegang peranan penting dalam kepemimpinan Islam, menunjuk Sayyidina Amr bin Al-Ash Ra sebagai Gubernur Mesir. Setelah beberapa waktu menjabat, penduduk Mesir datang untuk bertemu dengan gubernur baru mereka.
Mereka menjelaskan bahwa mereka telah memasuki bulan yang dianggap sakral oleh masyarakat Mesir, dengan adat istiadat khusus yang dilaksanakan setiap kali bulan ini tiba. Mereka yakin bahwa jika mereka tidak melaksanakan adat ini, Sungai Nil tidak akan mengalir. Amr bin Ash bertanya, “Adat apa ini?”
Adat yang dimaksud adalah memilih seorang gadis untuk dikorbankan dengan dilemparkan ke Sungai Nil sebagai upacara tumbal. Namun, tindakan ini hanya dilakukan atas persetujuan orang tua yang merelakan anak perempuan mereka sebagai korban, dengan harapan Sungai Nil akan meluap kembali. Namun, Amr bin Ash menolak tindakan tersebut dengan tegas, menganggapnya sebagai pelanggaran terhadap prinsip-prinsip Islam yang melarang praktek-praktek keagamaan yang merugikan.
Penduduk Mesir akhirnya mengikuti panduan Gubernur mereka, tetapi mereka mulai khawatir ketika mereka melihat Sungai Nil, sumber kehidupan mereka, mulai surut dan hampir mengering. Selama tiga bulan, sungai ini tidak mengalirkan air sama sekali, mengancam perekonomian dan kelangsungan hidup mereka.
Kondisi ini memicu ketidakpastian dan ketakutan di antara penduduk Mesir, yang mulai merencanakan untuk pindah. Amr bin Ash, melihat keadaan ini, memutuskan untuk mengirim surat kepada pemimpin tertinggi, Umar bin Khatab, memberikan laporan mengenai situasi yang dihadapi oleh masyarakat Mesir serta mengenai tradisi sakral yang pernah ada.
Umar bin Khattab merespons surat tersebut dengan mengirimkan surat balasan yang berisi nota kecil kepada Amr bin Ash. Dalam surat itu, Umar menegaskan bahwa tindakan Amr benar, dan Islam memang menghapus praktik-praktik buruk dari masa lalu. Dia juga menyertakan sebuah permintaan khusus dalam nota tersebut.
Amr bin Ash, setelah menerima surat dari Umar, merasa penasaran dengan isi nota kecil yang dimaksud. Dia membukanya dan menemukan pesan berikut:
“Dari hamba Allah, Amirul Mukminin, Umar bin Khattab, kepada Sungai Nil, penduduk Mesir. Amma ba’du. Jika kamu mengalir karena kehendakmu sendiri, jangan mengalir. Tetapi jika kamu mengalir karena perintah Allah, aku memohon kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa agar kamu terus mengalir.”
Amr bin Ash segera melemparkan nota kecil itu ke Sungai Nil yang telah mengering. Sementara penduduk Mesir bersiap-siap untuk meninggalkan tanah air mereka karena sungai yang menjadi sumber kehidupan mereka telah berhenti mengalir.
Namun, keesokan harinya, di hari raya Nasrani, penduduk Mesir terkejut melihat bahwa Sungai Nil kembali mengalir, dengan tinggi air mencapai lebih dari 7 meter, hanya dalam satu malam. Dan dari waktu itu, Sungai Nil terus mengalir dengan kelimpahan, tidak pernah surut lagi. Satu hal yang pasti, praktik korban gadis sebagai tumbal juga telah lenyap sejak Islam tiba di negeri ini.