Monitorday.com – Dosen Departemen Politik Pemerintahan Universitas Gadjah Mada (UGM), Arga Pribadi Imawan, mengusulkan agar penyajian konten kampanye politik di media sosial diatur dalam Undang-Undang Pemilu ke depan.
Dalam diskusi “Pojok Bulaksumur” di Kampus UGM, Sleman, D.I Yogyakarta, pada Jumat, Arga menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu belum secara spesifik mengatur konten kampanye politik di media sosial.
“Kampanye di media sosial berfokus pada bahasa dan visual karena keduanya dianggap efektif. Visual menjadi daya tarik, sementara bahasa terkait dengan penggunaan hashtag,” ujarnya.
Arga merujuk pada sebuah karya akademik di China yang menyebutkan bahwa hashtag di media sosial tidak bersifat netral, melainkan dapat digunakan sebagai alat untuk memobilisasi massa.
Menurutnya, di Amerika Serikat (AS) dan Inggris, fenomena hashtag activism atau aktivisme tagar telah memainkan peran besar dalam gerakan sosial dan hasil pemilu.
Arga menyoroti penggunaan hashtag selama Pemilu 2024 di Indonesia, di mana pengguna media sosial dibanjiri dengan beragam tagar yang dibuat baik oleh tim kampanye resmi maupun pengguna biasa.
“Dalam platform seperti Tiktok, Twitter, dan Instagram, kita disajikan dengan konten kampanye yang beragam, termasuk yang bersifat positif maupun yang berisi hoaks dan disinformasi,” jelasnya.
Arga menekankan perlunya pengaturan terhadap hashtag dalam konteks Pemilu oleh lembaga seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP melalui regulasi yang tepat.
“Kontrol terhadap hashtag merupakan langkah teknis yang penting dan perlu dilakukan oleh lembaga penyelenggara pemilu,” tandasnya.
Dengan meningkatnya penggunaan media sosial di Indonesia, Arga memandang bahwa regulasi mengenai konten kampanye politik di media sosial harus lebih fleksibel dan terkini.
“Media sosial bersifat dinamis, oleh karena itu regulasi yang mengaturnya juga harus dinamis dan terus diperbaharui,” tambahnya.