Monitorday.com – Setelah lebih dari dua dekade kevakuman, proyek penulisan ulang sejarah nasional Indonesia akhirnya resmi mendapat restu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Dalam Rapat Kerja bersama Komisi X DPR RI, Kementerian Kebudayaan menerima dukungan mayoritas fraksi untuk melanjutkan inisiatif besar ini, yang dinilai penting bagi pembentukan identitas bangsa yang lebih adil dan inklusif.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah bukan sekadar revisi akademik, melainkan kebutuhan mendesak untuk menghapus bias kolonial, memperkuat jati diri bangsa, dan menjawab tantangan globalisasi yang dihadapi generasi muda saat ini.
“Penulisan ulang sejarah bukan lagi pilihan, tapi keharusan,” tegas Fadli Zon dalam keterangan resminya, Selasa (27/5/2025).
Dalam forum yang berlangsung di Gedung Nusantara I DPR RI itu, Ketua Komisi X Hetifah Sjaifudian juga menekankan pentingnya proses yang inklusif dan transparan. Ia menyatakan bahwa DPR ingin mengetahui siapa saja yang dilibatkan dan bagaimana mekanisme kerja penulisan dilakukan.
“Ini bukan sekadar penulisan akademis, ini adalah upaya membentuk memori kolektif bangsa,” ujarnya.
Fadli Zon menjelaskan bahwa proyek ini akan menghasilkan 10 jilid buku utama, yang mencakup perjalanan sejarah Indonesia dari masa awal peradaban Nusantara, interaksi global dengan India, Tiongkok, Timur Tengah, hingga Barat, masa kolonialisme dan perlawanan, kemerdekaan, Orde Baru, dan Era Reformasi. Pendekatan yang digunakan bersifat Indonesia-sentris, berbeda dari narasi lama yang banyak dipengaruhi oleh sudut pandang kolonial.
Penulisan sejarah ini akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan—mulai dari sejarawan, budayawan, akademisi lintas disiplin, hingga tokoh masyarakat. Kementerian Kebudayaan juga berkomitmen untuk membuka sesi uji publik saat naskah telah mencapai 70 persen, guna memastikan akurasi dan penerimaan publik.
“Kita ingin sejarah yang objektif, menyeluruh, dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” ujar Fadli.
Lebih lanjut, Fadli mengungkapkan bahwa Indonesia telah absen dari penulisan sejarah nasional selama lebih dari 26 tahun, yang membuat generasi muda mewarisi narasi yang tidak utuh. Ia menyatakan bahwa hal ini tidak boleh terus dibiarkan.
“Kita tidak bisa terus mewariskan sejarah yang setengah jadi kepada generasi berikutnya,” katanya.
Proyek penulisan sejarah ini ditargetkan rampung pada tahun 2027. Hasilnya akan didistribusikan ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sebagai bagian dari materi pendidikan utama. Pemerintah berharap, karya ini akan menjadi fondasi baru dalam cara bangsa Indonesia memahami dan menghargai perjalanan sejarahnya—melalui lensa rakyatnya sendiri, bukan dari kacamata asing.
Dengan disepakatinya proyek strategis ini, Indonesia bersiap menata ulang cara bangsa ini melihat dirinya sendiri: lebih utuh, berdaulat, dan berdiri di atas narasi yang merepresentasikan keragaman dan perjuangan bangsanya.