Monitorday.com – Kerja keras yang dilakukan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) tak hanya memberikan dampak langsung terhadap pengurangan praktik ilegal fishing di dalam negeri, tetapi juga mendapat apresiasi tinggi dari Australian Fisheries Management Authority (AFMA), serta Australian Border Force dan Maritime Border Command Australia.
Melalui Forum Pengawasan Perikanan Indonesia-Australia (IAFSF) yang ke-24 di Jakarta (7/05), Ditjen PSDKP melakukan langkah diplomasi pengawasan perikananan yang penuh makna, membawa harapan baru bagi masa depan kelautan yang lebih lestari.
Direktur Pengendalian Operasi Armada (POA) Ditjen PSDKP, Saiful Umam mengatakan, tujuan utama dari forum ini adalah untuk terus memperkuat kerja sama antara kedua negara dalam memerangi praktik penangkapan ikan ilegal yang merusak ekosistem laut dan merugikan ekonomi.
“Arahan Bapak Dirjen PSDKP, Dr. Pung Nugroho Saksono untuk membangun kolaborasi menjadi concern kami. Terlebih IUU fishing telah menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan ekosistem laut di kawasan Asia Pasifik. Jenis penangkapan ikan ilegal lintas batas ini melibatkan nelayan asing yang secara ilegal menangkap ikan di perairan negara lain,” ujar Saiful.
Sementara itu, Wez Norris, CEO dari AFMA menuturkan, dampak dari penangkapan ikan ilegal ini sangat besar. Selain merusak lingkungan laut, praktik ini mengancam kelangsungan hidup sumber daya ikan, yang pada gilirannya akan menyulitkan generasi nelayan mendatang yang berusaha menerapkan cara-cara penangkapan yang sah.
“Penangkapan ikan ilegal merusak lingkungan laut dan menguras persediaan ikan, sehingga menyulitkan generasi nelayan masa depan yang menerapkan hal yang benar,” ujar Norris dalam pertemuan tersebut.
Ia juga menekankan bahwa bahaya penangkapan ikan ilegal tidak hanya berdampak pada ekosistem laut, tetapi juga membahayakan keselamatan para nelayan yang bekerja di kapal-kapal ilegal.
“Nakhoda kapal mempertaruhkan nyawa awak kapal mereka dengan menempuh perjalanan jauh di laut untuk menangkap ikan secara ilegal di perairan negara lain,” lanjut Norris.
Dalam kesempatan yang sama, Commodore Troy Van Tienhoven, Chief of Operations pada Maritime Border Command, mengingatkan bahwa penanganan masalah IUU fishing bukan hanya tanggung jawab satu negara, melainkan tantangan regional yang memerlukan kolaborasi antarnegara.
“IAFSF menyediakan platform penting bagi Australia dan Indonesia untuk bermitra erat, berbagi informasi, dan terus memperkuat kerja sama dalam isu penting ini,” kata Van Tienhoven.
Menurutnya, forum semacam ini sangat penting untuk memperkuat jaringan komunikasi dan kerja sama antara kedua negara dalam penegakan hukum di laut.
Selama tiga tahun terakhir, Indonesia dan Australia telah bekerja keras dalam menerapkan strategi komunikasi untuk melawan IUU fishing. Salah satu inisiatif penting yang telah dilaksanakan adalah kampanye informasi publik yang dipimpin bersama oleh PSDKP dan AFMA.
Kampanye ini telah berhasil mengedukasi masyarakat nelayan di sejumlah provinsi Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Tenggara, mengenai bahaya dan dampak dari penangkapan ikan ilegal. Kampanye ini juga memberi kesempatan bagi komunitas nelayan untuk berdialog langsung dengan pejabat perikanan dari kedua negara.
Meskipun hasil yang dicapai sudah cukup menggembirakan, tantangan masih tetap ada. Para pejabat dari Indonesia dan Australia sepakat bahwa strategi komunikasi tersebut perlu diperluas dan ditingkatkan dengan pendekatan yang lebih inovatif. Salah satunya adalah untuk menciptakan strategi yang dapat menjangkau lebih banyak wilayah dan memperkuat pesan tentang bahaya penangkapan ikan ilegal lintas batas.
Kerja sama yang semakin erat antara Indonesia dan Australia diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih efektif untuk mengatasi masalah IUU fishing.
Dengan dukungan dari berbagai pihak, termasuk masyarakat nelayan, kedua negara yakin dapat bersama-sama melindungi sumber daya laut mereka, menjaga kelestarian ekosistem, dan memastikan keberlanjutan bagi generasi nelayan di masa depan.