Monitorday.com – Samanta Elsener, adik dari aktor sekaligus presenter Darius Sinathrya, mengungkapkan kisah spiritualnya yang menyentuh hati. Psikolog sekaligus penulis ini ternyata telah memeluk Islam sejak masa kuliah, meskipun ia berasal dari keluarga Katolik yang taat.
Dalam wawancara bersama kanal Ngaji Roso, Samanta menceritakan awal mula ketertarikannya terhadap Islam bermula sejak duduk di bangku SMA. Berbeda dari masa sekolah sebelumnya yang berbasis Katolik, Samanta memilih melanjutkan pendidikan di sekolah negeri atas permintaan sang ayah, agar ia bisa “belajar kehidupan.”
“Di SMA itu ada masjid, aku suka ikut temanku. Mereka salat, aku tiduran, tapi mikir ‘Kok masjid adem ya?’” ujar Samanta. Ketika kuliah dan tinggal di kos, Samanta kerap melewati sebuah masjid kecil. “Dia seperti memanggil,” lanjutnya.
Tumbuh dalam keluarga Katolik yang religius, Samanta sejak SMP sudah mulai mempertanyakan ajaran agamanya terdahulu. Ia bingung dengan konsep Yesus sebagai Tuhan, serta kehadiran patung Bunda Maria di gereja, yang menurutnya bertentangan dengan larangan menyembah berhala dalam Alkitab.
“Dulu aku pernah tanya ke guru agama, ‘Katanya Yesus itu nabi, tapi kenapa dipanggil Tuhan Yesus?’ Eh, malah dimarahi, katanya aku nggak punya iman,” kenangnya.
Rasa penasaran Samanta membawanya menelusuri ajaran dari berbagai agama, mulai dari Protestan, Hindu, hingga Buddha. Namun, hanya Islam yang membuatnya merasa damai. “Temanku bilang, ‘Coba kamu rasakan saat sendiri, kamu paling tenang di mana?’ Dan Islam yang paling menenangkan.”
Proses hijrahnya pun dilakukan dengan perlahan. Samanta mulai mempelajari gerakan salat dari buku-buku dan berlatih sendiri setiap malam. Titik balik datang ketika sebuah nazar yang ia panjatkan—bukan untuk dirinya, melainkan untuk orang lain—terkabul. Hal itu semakin menguatkan keyakinannya untuk menjadi mualaf.
“Aku merasa kalau nazarku dikabulkan, berarti ini jalanku,” ujarnya mantap.
Namun, keputusan besar itu tidak diterima dengan mudah oleh lingkungan sekitarnya. Samanta mengaku sempat mendapat penolakan hingga dijauhi oleh teman-temannya, apalagi mengingat latar belakang keluarganya yang sangat aktif di gereja.
“Setiap malam kami sekeluarga berdoa bersama di kapel kecil di rumah, dan aku selalu dipeluk papa. Aku juga putri altar, jadi sangat aktif di kegiatan gereja. Wajar kalau banyak yang terkejut dan tidak bisa menerima saat aku pindah keyakinan. Tapi aku memahami itu,” tuturnya.
Kini, sebagai seorang ibu dan profesional, Samanta berharap kisahnya bisa menjadi inspirasi bagi mereka yang tengah mencari kedamaian dan makna spiritual dalam hidup.