Monitorday.com – Masyarakat diminta untuk rasional dalam menyikapi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan pembelian produk dari produsen yang terafiliasi dengan Israel.
Hal tersebut tegaskan oleh Kepala Bidang Penyelenggaraan Peribadatan Masjid Istiqlal Jakarta K.H. Bukhori Sail Attahiri. Menurut dia, fatwa MUI tersebut dasarnya merupakan bentuk solidaritas Indonesia kepada Palestina.
Karena itu ia mengingatkan, agar fatwa tersebut jangan sampai menyulitkan masyarakat karena memboikot seluruh produk-produk yang terkait dengan Israel.
“Kalau saya pakai kaidah fikih maa laa yudroku kulluh, laa yudroku kulluh. Artinya, sesuatu hal yang tidak bisa kita laksanakan semuanya,” ucap Bukhori dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/11).
“Fatwa MUI ini bisa kita laksanakan pada produk-produk yang memang tidak vital pada kebutuhan kita dan ada alternatif produk lain yang bisa kita gunakan,” lanjutnya.
Bukhori menjelaskan, fatwa MUI dasarnya adalah hukum yang ditentukan oleh ijtihad para ulama. Ada kalanya umat juga perlu menakar kemampuan sendiri dalam mengikuti ijtihad para ulama tersebut.
Bukhori pun mengingatkan masyarakat agar solidaritas untuk Palestina yang dilakukan dengan niat baik tidak berujung menyulitkan diri sendiri dan menimbulkan kemudaratan yang lebih besar.
Ia mencontohkan peristiwa ketika Presiden Perancis Emmanuel Macron melindungi majalah Charlie Hebdo. Majalah mingguan asal Perancis itu diketahui pernah membuat karikatur Nabi Muhammad yang sempat menggemparkan dunia, termasuk Indonesia.
Ujungnya, banyak negara mayoritas penduduk beragama Islam ramai-ramai memboikot segala produk yang terafiliasi dengan negara Perancis. Beberapa pihak juga ada yang membeli produk-produk tertentu untuk dibuang.
“Kalau dengan cara membuang barang yang sudah terlanjur kita beli, maka itu hukumnya menjadi mubazir. Kalau kita mau memboikot, lakukanlah dengan cara tidak membeli barang yang terafiliasi Israel,” ujarnya.
“Adapun produk yang sudah kita beli, sebaiknya kita gunakan dan manfaatkan saja. Jangan sampai kita berlaku mubazir karena orang yang seperti itu justru kawannya setan,” lanjut Bukhori.
Untuk itu, Bukhori berharap masyarakat bisa menyikapi fatwa dari MUI secara rasional. Ia menegaskan bahwa tidak ada yang salah dengan fatwa tersebut, tetapi akan menjadi masalah jika menafsirkannya secara kebablasan bahkan menjurus pada tindakan intoleransi hingga kekerasan.
“Fatwa ulama boleh kita ikuti, boleh juga tidak karena itu bagian dari hasil ijtihad. Ijtihad ulama derajatnya tidaklah sama dengan nash qath’i, yang mana jika nash qath’i itu harus diikuti dan tidak boleh dilanggar, seperti keharaman memakan daging babi atau perbuatan mencuri,” jelas Bukhori.
“Adapun fatwa ulama harus dilakukan sesuai dengan kemampuan kita masing-masing,” tandasnya.