Wacana kenaikan pajak hiburan masih diperdebatkan. Berbagai sisi menjadi pertimbangan para pengambil kebijakan. Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengkritik kenaikan pajak hiburan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022. Menurutnya, kebijakan tersebut berpotensi mengganggu iklim investasi di tanah air.
Dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKDP) tersebut, disebutkan bahwa Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, ditetapkan dengan rentang antara 40 hingga 75 persen.
“Berasa begitu (mengganggu investasi), tapi buktinya baru akan diterapkan kan. Belum saya lihat, tapi feeling saya akan berdampak kurang pas,” ujar Bahlil dalam paparan realisasi investasi 2023 di Jakarta pada hari Rabu.
Bahlil juga menyatakan keprihatinannya terhadap potensi gangguan terhadap minat investasi akibat penerapan pajak hiburan. Ia bahkan telah meminta agar ketentuan tersebut ditunda agar dapat dikaji lebih lanjut.
Meskipun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan bahwa kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dilakukan untuk mengendalikan kegiatan tertentu, pemerintah merespons keluhan pelaku usaha dengan merilis surat edaran berisi insentif fiskal, termasuk keringanan tarif pajak hiburan sebesar 40-75 persen.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa penerapan tarif pajak hiburan bisa lebih rendah sesuai dengan daerah masing-masing, mengingat adanya ruang pengurangan dalam pasal-pasal UU HKPD.