Monitorday.com – Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menargetkan produksi budidaya ikan nila salin di Karawang, Jawa Barat, mencapai 10.000 ton per tahun.
Hal ini disampaikan Menteri Trenggono, dalam konferensi pers usai mendampingi Presiden Joko Widodo meresmikan dan melakukan panen di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budi Daya (BLUPPB), Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (8/5).
“Dengan harapan produksinya satu tahun bisa mencapai 10.000 ton, dengan berat per ekornya saya minta tidak kurang dari 1 kg,” kata Menteri Trenggono.
Lebih lanjut, Menteri Trenggono menyebutkan terobosan ini dilakukan dengan memanfaatkan lahan idle atau terlantar bekas tambak udang yang sudah tidak produktif lagi, untuk memenuhi produksi bahan baku ekspor ikan nila yang merupakan salah satu produk unggulan ekspor hasil perikanan Indonesia.
“Tambak-tambak tersebut direvitalisasi menjadi modelling kawasan budi daya ikan nila salin dan kedepannya akan diimplementasikan di sekitar pesisir pantai utara jawa,” lanjutnya.
Ia membeberkan, menurut Data Future Market Insight (2024) memproyeksikan nilai pasar ikan nila dunia pada tahun 2024 sebesar USD 14,46 miliar. Nilai tersebut diproyeksikan meningkat sebesar 59 persen pada tahun 2034 menjadi USD 23,02 miliar dengan CAGR 4,8 persen.
Produksi budi daya ikan nila Indonesia pada tahun 2022 mencapai 1,35 juta ton atau berkontribusi sebesar 25,5 persen terhadap total produksi ikan hasil budi daya di luar rumput laut.
“Dari total produksi ikan nila tersebut, sejumlah 86 persen atau 1,24 juta ton digunakan untuk memenuhi pasar domestik dan 38 ribu ton untuk memenuhi bahan baku ekspor,” jelasnya.
Sebagai informasi, Modeling Kawasan Tambak Budi Daya Ikan Nila Salin dengan nilai investasi sebesar Rp46,6 miliar dikembangkan di lokasi eks Tambak Inti Rakyat (TIR) Karawang yang dibangun pada tahun 1986 berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 1984 tentang Proyek Tambak Inti Rakyat.
Pembangunan Modeling Kawasan Tambak Budi Daya Ikan Nila Salin Karawang melibatkan 320 orang masyarakat di sekitar kawasan sebagai pekerja dengan upah Rp 100.000/hari selama 10 bulan atau setara Rp 30 juta per orang.