Monitorday.com – Gelombang kritik terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali menyeruak, kali ini datang dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Dengan delapan tuntutan besar yang dibubuhi tanda tangan ratusan jenderal, laksamana, marsekal, dan kolonel, salah satu sorotan tajam diarahkan pada desakan pergantian Gibran oleh MPR. Namun, di tengah derasnya tekanan ini, suara yang berbeda datang dari pucuk pimpinan Partai NasDem, Surya Paloh.
Dalam acara Penutupan Program Remaja Bernegara di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Sabtu (26/4/2025), Surya Paloh berbicara lugas di hadapan wartawan. “Tapi meresolusi dengan memakzulkan menurut saya sebetulnya, izinkan saya harus menyatakan dengan segala penghormatan saya, kurang tepat,” ucapnya mantap. Ia menegaskan bahwa wacana pemakzulan terhadap Gibran tak memiliki landasan yang kuat, terutama karena tidak ada skandal atau pelanggaran hukum berat yang melibatkan sang wakil presiden muda tersebut.
Dengan gestur yang penuh hormat, Paloh menyayangkan sikap para senior TNI. “Sayang sekali, dengan seluruh penghormatan saya pada para senior. Karena tidak ada skandal yang menjadi suatu hal tuntutan agar pemakzulan. Ini kan satu paket,” lanjutnya. Baginya, keberhasilan atau kelemahan kinerja seorang pejabat harus dilihat dalam kerangka waktu, bukan dihakimi secara prematur sesaat setelah pelantikan.
Pemilihan Umum telah rampung, rakyat sudah menentukan pilihannya, dan pemerintahan baru sudah mulai bekerja. Menurut Paloh, memberikan ruang untuk berproses jauh lebih produktif ketimbang tergesa-gesa menuntut pemakzulan. “Terlepas apakah itu ada output kinerjanya lemah, setengah lemah, kuat. Itu masalah lain,” tegas Paloh, menandaskan pentingnya penghormatan terhadap proses demokrasi yang telah berjalan.
Sementara itu, Forum Purnawirawan TNI melalui surat pernyataan sikapnya memang mengusulkan perubahan besar di tubuh pemerintahan. Selain menuntut kembali ke UUD 1945 asli dan mendukung sebagian besar program kerja Kabinet Merah Putih, mereka juga meminta penghentian proyek-proyek strategis nasional yang dinilai merugikan rakyat dan lingkungan, seperti PSN PIK 2 dan Rempang.
Tuntutan lain mencakup penghentian tenaga kerja asing asal China, penertiban sektor pertambangan, reshuffle kabinet, hingga penataan ulang fungsi Polri. Namun di antara semua tuntutan itu, desakan penggantian Gibran sebagai Wapres menjadi yang paling kontroversial, menyulut perdebatan sengit di ruang publik.
Adapun surat tuntutan tersebut ditandatangani tokoh-tokoh besar seperti Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, dengan diketahui langsung oleh Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno, menambah bobot politiknya.
Namun, dalam kacamata Surya Paloh, bangsa ini membutuhkan konsolidasi, bukan disintegrasi. Kritik, baginya, harus tetap hadir dalam semangat membangun, bukan menjatuhkan secara terburu-buru. Dengan nada tegas namun santun, Paloh mengingatkan pentingnya menjaga keseimbangan antara aspirasi perubahan dengan stabilitas nasional. Dalam iklim demokrasi yang matang, proses koreksi bukan berarti membongkar fondasi yang belum sempat mengakar.
Ketika publik terpaku pada hiruk-pikuk desakan itu, suara Paloh menjadi semacam penyeimbang yang menolak logika kegaduhan. Di tengah dinamika politik yang terus bergejolak, ia mengajak semua pihak untuk tetap rasional: menghormati proses yang sudah disahkan rakyat melalui Pemilu 2024, sembari terus mengawal jalannya pemerintahan dengan kritik konstruktif, bukan destruktif.
Demokrasi sejati, seperti diingatkan Paloh, bukan soal siapa yang paling keras berteriak, tetapi siapa yang paling sabar menegakkan proses dan nilai.