Monitorday.com – Istilah mualaf bagi orang yang berpindah ke agama Islam perlu didefinisikan ulang, menurut Abdul Mu’ti dari PP Muhammadiyah.
Dalam Fatwa Tarjih Muhammadiyah, seperti yang terdapat dalam buku *Tanya Jawab Agama* jilid 4, status mualaf tidak bersifat permanen.
Mengacu pada Surat At-Taubah ayat 60, mualaf merujuk kepada orang yang hatinya mudah dibujuk, bukan status seumur hidup.
Abdul Mu’ti menekankan bahwa seseorang yang sudah kokoh imannya tak lagi pantas disebut mualaf.
Ia juga mengingatkan bahwa memberi label mualaf selamanya berimplikasi pada hak menerima zakat, meskipun orang tersebut sudah kaya.
Mualaf tak hanya berarti mereka yang baru masuk Islam, tetapi juga orang Islam yang kurang memahami ajarannya.
Mu’ti menyoroti makna “qulubuhum” dalam At-Taubah ayat 60, yang merujuk pada hati yang sering digambarkan sebagai tidak konsisten.
Kondisi hati yang goyah memerlukan pembinaan agar tetap teguh dalam ajaran Islam.
Muhammadiyah mengupayakan peneguhan hati melalui pembinaan sosial dan pendekatan lainnya.
Peneguhan iman ini penting untuk memastikan komunitas mualaf memahami Islam dengan baik.
Mu’ti menegaskan, pembinaan ini bukan hanya bagi mualaf baru, tetapi juga umat Islam yang masih lemah pemahamannya.
Pemahaman ulang istilah mualaf ini penting untuk menghindari kesalahpahaman dalam implementasi ajaran Islam.
Dengan pendekatan ini, Muhammadiyah berharap dapat menjaga keutuhan iman dan pemahaman Islam di kalangan umat.
Status mualaf semestinya mencerminkan kebutuhan pembinaan, bukan sekadar label permanen.
Penyesuaian pemaknaan istilah ini juga sejalan dengan prinsip keadilan dalam penyaluran zakat.
Muhammadiyah mendorong umat Islam untuk terus mendalami ajaran Islam secara konsisten.