Monitorday.com – Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud, mengapresiasi pembatalan pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Kenaikan PPN hanya diberlakukan untuk barang-barang mewah.
Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan kepastian mengenai kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen akan diberlakukan per 1 Januari 2025.
Dia memastikan kebijakan PPN 12 persen hanya diberlakukan bagi barang-barang mewah.
“Hari ini pemerintah memutuskan kenaikan tarif PPN 11 persen jadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah,” kata Prabowo dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa (31/12/2024).
Kiai Marsudi mengatakan kenaikan sebanyak 12 persen tersebut sudah diatur oleh Undang-undang negara.
“PPN 12 persen ini sesungguhnya dilakukan karena melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan Perpajakan (UU HPP),” kata Kiai Marsudi dikutip dari laman resmi MUI, Kamis (2/1/2024).
Kiai Marsudi juga menjelaskan bahwa kenaikan pajak tersebut hanya berlaku pada barang-barang tertentu yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke atas.
“Saya cermati kenaikan ini hanya diperuntukkan untuk barang-barang luxury, barang-barang yang untuk masyarakat kelas menengah ke atas yang mampu beli,” ungkapnya.
Selain itu, Kiai Marsudi juga menanggapi kondisi ekonomi masyarakat Indonesia saat ini.
Menurutnya masyarakat Indonesia saat ini terbagi atas beberapa kelas.
“Kalau saya lihat, fakta kondisi masyarakat saat ini orang biasanya membagi masyarakat menjadi lima kelas,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa berdasarkan kutipan yang diambil melalui tempo, yang dimaksud kelas atas adalah golongan paling atas dalam strata sosial masyarakat.
Lebih lanjut dia mengungkapkan bahwa kondisi hukum di setiap masyarakat merupakan hasil dari keadaan dan perkembangannya.
“Dalam konteks ini, Undang-Undangnya sudah ada, dan dalam konteks ini pemerintah mengikuti Undang-Undang yang telah diputuskan melalui musyawarah,” tuturnya.
“Ketika sudah ada aturan Undang-Undang yang diputus dengan aturan musyawarah, maka kita ikuti,” kata dia menjelaskan.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) secara resmi menyatakan kepada pemerintah untuk menunda kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen.
MUI menilai, kenaikan ini berdampak pada daya beli masyarakat terutama kelompok menengah ke bawah.
Sebagai pajak konsumsi, PPN dikenakan pada sebagian besar barang dan jasa sehingga, kenaikan tarifnya dapat meningkatkan harga-harga barang di pasaran.
“Hal ini berpotensi menekan daya beli masyarakat terutama dalam situasi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih pascapandemi,” sambungnya.
Dari sudut pandang ekonomi makro, MUI menilai kenaikan tarif PPN memang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara.
Namun, dalam kondisi saat ini, langkah tersebut perlu dipertimbangkan secara matang.
Sebagai alternatif, upaya peningkatan penerimaan negara dapat dilakukan melalui optimalisasi penerimaan dari sektor perpajakan lain.