Dalam debat capres ketiga Pilpres 2024 yang berlangsung pada Minggu (7/1/2024), terjadi pertengkaran antara capres yang menuntut transparansi data pertahanan Indonesia. Capres nomor 2 Prabowo Subianto menolak untuk membocorkan data itu secara publik meskipun capres nomor 1 Anies Baswedan terus mendesaknya.
Prabowo Subianto yang juga Menteri Pertahanan mengatakan bahwa ia bersedia menjelaskan data pertahanan secara khusus kepada Anies. Pendapatnya didukung oleh Khairul Fahmi, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS).
Dia mengatakan bahwa data pertahanan negara tidak boleh sembarangan dibuka ke publik. “Saya sepakat bahwa tidak semua data pertahanan negara boleh dibuka. Harus diakui bahwa transparansi memang tidak bisa dijamin sepenuhnya, tapi itu tentu bukan berarti kita bisa mengabaikan akuntabilitas,” katanya, Rabu (10/1/2024).
Dia memberikan contoh bahwa alutsista TNI saat ini tidak siap berperang dan sangat memprihatinkan. Bahkan, hampir separuh dari alutsista yang dimiliki Indonesia sudah tua dan ketinggalan zaman.
“Nah rincian menyangkut hal ini tentunya tidak bisa sepenuhnya dipublikasikan,” ujarnya.
Dia lebih suka menyebut informasi itu sebagai informasi yang dikecualikan daripada informasi yang dirahasiakan. Dia mengaku, jika informasi itu dibuka secara utuh, hal itu bisa meningkatkan kerawanan dan ancaman bagi pertahanan Indonesia, terutama menghadapi ancaman geopolitik.
“Informasi yang dikecualikan ini mengacu pada UU Keterbukaan Informasi Publik,” bebernya.
Dia juga menambahkan, informasi yang dikecualikan atau dirahasiakan itu tidak berarti tidak bisa diakses sama sekali. Informasi itu bisa dibuka pada waktu dan tempat yang tepat.
Misalnya, dalam rapat-rapat di Komisi I DPR yang dihadiri oleh pembuat kebijakan, pengguna anggaran dan bertujuan untuk menjalankan fungsi budgeting dan pengawasan DPR.
“Ini hanya perlu pemahaman bersama dan sosialisasi saja, terkait jenis-jenis informasi yang dikecualikan maupun siapa saja pihak yang bisa mengakses dan bagaimana prosedurnya,” tuturnya.
Ujang Komarudin, pengamat politik Universitas Al Azhar mengatakan, tidak semua data perlu dibuka. Ujang yang pernah menjadi juri keterbukaan informasi publik mengaku, ada data-data dan informasi-informasi yang dikecualikan.
“Kalau rahasia negara dibuka ke publik, habislah negara ini. Asing akan menghancurkan kita, bahkan kita sendiri yang merusaknya. Ada data yang perlu dibuka, ada data yang perlu dirahasiakan,” ujarnya, Rabu (10/1/2024).
Dia mengatakan, data-data yang dirahasiakan itu termasuk dalam kategori rahasia negara yang tidak boleh diumbar ke publik. Data yang sifatnya umum bisa dipublikasikan secara luas.
“Dipilah-pilah mana rahasia negara, itu tidak boleh dibuka. Kala dibuka hancurlah bangsa ini. Kalau sifatnya tidak rahasia ya silakan dibuka. Harus ada batasannya seperti itu,” ucapnya.