Monitorday.com – Pakar Teknologi Pertanian dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor Djagal Wiseso Marseno, menyatakan bahwa peluang ekspor komoditas rempah-rempah Indonesia masih cerah, didukung oleh proyeksi meningkatnya pangsa pasar herbal dan rempah-rempah kering dunia. Djagal meramalkan pangsa pasar tersebut mencapai 8,4 miliar dolar pada akhir tahun 2028.
Rempah-rempah tetap menjadi komoditas unggulan dalam ekspor Indonesia, terutama lada, cengkeh, pala, dan kayu manis yang terus diminati oleh negara-negara Eropa. Djagal menyatakan bahwa kekayaan komoditas rempah-rempah menjadi potensi peningkatan ketahanan pangan Indonesia.
Sejak berabad-abad lalu, Indonesia telah memiliki kekayaan sumber daya, termasuk keragaman budaya dan rempah-rempah, yang menjadi daya tarik global. Djagal menekankan perlunya mengembangkan potensi tersebut agar dapat menjadi nilai jual dan fondasi kuat untuk ketahanan pangan nasional.
Meskipun memiliki kondisi geografis yang mendukung, Djagal menyoroti bahwa Indonesia masih berada di peringkat empat dalam Indeks Ketahanan Pangan Negara ASEAN, di bawah Vietnam. Rempah-rempah dapat tumbuh dengan mudah di negara tropis, memberikan fleksibilitas dalam perawatan dan ketahanan, baik dalam skala kecil maupun besar.
Profesor Supriyadi, Dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM, menambahkan bahwa “stinky beans” atau kacang-kacangan dengan bau menyengat seperti petai dan jengkol juga memiliki potensi ekspor tinggi. Tanaman ini tumbuh subur di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, umumnya dikelola oleh warga secara mikro, yang memerlukan peningkatan dalam proses produksi dan distribusi perdagangannya untuk mengoptimalkan kualitas produk.