Monitorday.com – Amerika Serikat dan Israel terkejut dengan perkembangan cepat dalam konflik Suriah, di mana milisi pemberontak Suriah berhasil menggulingkan rezim otoriter Bashar Al Assad hanya dalam waktu 11 hari.
Kejadian ini terjadi pada Minggu (8/12), setelah pemberontakan yang dimulai sejak akhir November lalu menguasai Kota Aleppo dan berkembang pesat menuju ibu kota, Damaskus.
Qutaiba Idlbi, peneliti senior di Atlantic Council, menyatakan kepada Al Jazeera bahwa peristiwa ini mengejutkan banyak pihak, termasuk Amerika Serikat.
“Banyak analis dan pengamat Suriah bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya. Kejadian ini terjadi begitu cepat, sehingga mereka (AS) tidak dapat mengimbanginya, terutama di tengah masa sidang yang tidak menentu,” ujarnya.
Senada dengan AS, Komunitas Intelijen Israel juga mengungkapkan kekagetannya atas keberhasilan milisi Suriah menggulingkan rezim Assad, yang sudah berkuasa selama 50 tahun.
Meski merasa terkejut, Israel kini mengkhawatirkan potensi ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok pemberontak tersebut di masa depan.
Pada puncaknya, pemberontak berhasil merebut Damaskus, yang menandai jatuhnya rezim Assad. Setelah kejatuhan pemerintahannya, Presiden Bashar Al Assad melarikan diri ke Rusia, di mana ia meminta suaka politik kepada Presiden Vladimir Putin.
Rusia sendiri dilaporkan telah memberikan suaka tersebut sebagai bentuk solidaritas terhadap Suriah yang telah terjalin sejak lama.
Kejadian ini menambah kompleksitas dalam situasi politik di Timur Tengah dan meningkatkan ketegangan antara negara-negara besar yang terlibat dalam konflik Suriah.