Monitorday.com – Kejaksaan Agung kini memasuki babak baru pengamanan dengan menghadirkan prajurit TNI berjaga ketat di gedung-gedung Kejaksaan pusat dan daerah. Langkah ini adalah respons atas meningkatnya ancaman serius terhadap aparat Kejaksaan, seperti insiden penguntitan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Febrie Adriansyah, oleh anggota Densus 88 yang memicu keresahan di kalangan penegak hukum dan publik.
Sejak Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2025 diteken Presiden Prabowo Subianto, keamanan di institusi Kejaksaan menguat drastis. Tidak hanya di Kejaksaan Agung, pengamanan berlapis juga terlihat di Kejaksaan Tinggi hingga Kejaksaan Negeri di seluruh wilayah, dengan pemeriksaan ketat dan kehadiran petugas TNI bersenjata lengkap. Ini menandai transformasi signifikan dari sistem pengamanan yang sebelumnya hanya mengandalkan petugas internal Kejaksaan.
Pantauan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat memperlihatkan tamu yang masuk harus melewati pemeriksaan identitas ketat dan alat pemindai, dengan penjagaan ketat gabungan antara petugas Pamdal dan TNI. Situasi serupa juga terjadi di Kejati DKI Jakarta, di mana personel TNI yang sudah siaga sejak lama kini bertambah intensitas pengawasannya.
Di kompleks Kejagung, puluhan prajurit TNI yang sebagian berasal dari Batalyon Infanteri 320/Badak Putih siaga dengan senjata laras panjang. Mereka tidak hanya mengatur lalu lintas orang dan kendaraan, tapi juga memantau aktivitas di area-area strategis, termasuk kantor Jaksa Agung Muda dan sejumlah direktorat penting.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar menyatakan kehadiran TNI ini bersifat perbantuan sesuai permintaan dan kebutuhan tiap daerah. Pengamanan ini bukan sekadar fisik, tapi juga berfungsi sebagai efek psikologis untuk mencegah intimidasi dan serangan terhadap jaksa, yang kian sering mendapat ancaman kekerasan.
Contoh paling nyata adalah insiden kekerasan di Deli Serdang, Sumatera Utara, yang menjadi peringatan keras bagi institusi Kejaksaan bahwa aparat dan keluarganya sangat rentan terhadap serangan brutal. Kejaksaan pun tengah mengkaji langkah pengamanan yang lebih terstruktur bersama TNI dan Polri demi memberi rasa aman dan kelancaran tugas jaksa, termasuk dalam operasi penangkapan dan penyitaan di luar jam kantor.
Harli menegaskan bahwa Perpres 66/2025 merupakan bukti nyata komitmen negara untuk melindungi Korps Adhyaksa dari tekanan dan perlawanan pihak-pihak yang ingin menggagalkan tugas penegakan hukum. Ini menunjukkan bahwa keamanan jaksa bukan hanya tanggung jawab internal Kejaksaan, tetapi juga melibatkan kekuatan negara yang lebih luas, termasuk TNI.
Dukungan TNI dalam pengamanan ini ditegaskan Kapuspen TNI Mayjen Kristomei Sianturi, yang memastikan prajurit TNI akan menjalankan tugasnya sesuai hukum dan disiplin militer tanpa mengganggu tugas utama TNI di bidang pertahanan negara. Kerjasama antara Kejaksaan dan TNI ini dilakukan berdasar nota kesepahaman dan prinsip perbantuan, menjaga agar pengamanan aparat hukum tetap profesional dan berintegritas.
Pengamanan ekstra ketat ini merupakan jawaban terhadap meningkatnya ancaman kekerasan dan intimidasi yang selama ini sering dialami jaksa di lapangan. Kini, dengan kekuatan tambahan dari TNI, diharapkan tugas penegakan hukum bisa berjalan tanpa hambatan dan aparat bisa bekerja dengan rasa aman dan nyaman.