Review
Pendidikan Tinggi, Antara Kewajiban dan Pilihan
Published
6 months agoon
By
Deni IrawanMonitorday.com – Pendidikan tinggi memiliki peran yang krusial dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan membentuk masa depan suatu negara. Di berbagai negara, diskusi tentang apakah pendidikan tinggi harus dijadikan kewajiban atau tetap sebagai pilihan individu terus berlangsung.
Pada dasarnya, sementara beberapa negara menyediakan pendidikan tinggi secara gratis atau terjangkau, keputusan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi tetap menjadi domain pribadi. Kebijakan yang melibatkan pertimbangan ini mencerminkan tantangan kompleks yang dihadapi oleh sistem pendidikan dan masyarakat pada umumnya.
Ada beberapa alasan di balik pertimbangan apakah negara harus mewajibkan pendidikan tinggi. Pertama, pendidikan tinggi dianggap sebagai investasi dalam pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, yang pada gilirannya akan mendukung pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial. Kedua, dengan meningkatnya kompleksitas pekerjaan dan permintaan pasar kerja akan keterampilan yang tinggi, memiliki sumber daya manusia hasil pendidikan tinggi menjadi semakin penting. Ketiga, beberapa negara yang telah menerapkan sistem pendidikan tinggi gratis atau terjangkau, seperti negara-negara Skandinavia, telah mencapai kesuksesan dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas dan terampil.
Meskipun argumen untuk membuat pendidikan tinggi menjadi kewajiban dapat didukung oleh manfaat-manfaat di atas, ada beberapa pertimbangan yang harus dipikirkan. Pertama, implementasi kebijakan semacam itu memerlukan investasi sumber daya yang sangat besar dari negara, baik anggaran, infrastruktur, hingga tenaga pengajar. Kedua, tidak semua negara memiliki kemampuan finansial dan sumber daya manusia yang cukup untuk mendukung kewajiban semacam itu. Ketiga, ‘memaksa individu’ untuk mengikuti pendidikan tinggi mungkin merampas mereka dari kebebasan memilih jalur karir yang sesuai dengan minat dan bakat mereka.
Kemandirian dan pilihan individu juga merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan. Setiap individu memiliki kebutuhan dan aspirasi yang berbeda, di samping realita di lapangan beberapa karir tidak memerlukan gelar sarjana, tetapi lebih menghargai keterampilan praktis atau pengalaman kerja.
Memaksa semua orang untuk mengikuti pendidikan tinggi bisa merugikan individu yang mungkin lebih baik dalam pengembangan keterampilan praktis atau karir yang tidak memerlukan gelar akademis.
Sukses Tanpa Pendidikan Tinggi
Penting untuk memahami bahwa pendidikan tinggi bukanlah satu-satunya jalur menuju kesuksesan dalam kehidupan. Sementara pendidikan tinggi dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam hal pengetahuan, keterampilan, dan peluang karir, namun jangan salah, pendidikan vokasional, sertifikasi, dan pengalaman kerja juga memiliki porsi yang sama pentingnya.
Oleh karena itu, sambil mempertimbangkan manfaat pendidikan tinggi, ada baiknya untuk menghormati keberagaman pilihan karir dan memberikan kesempatan bagi individu untuk mengejar jalur pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan, minat, dan bakat mereka.
Dalam menghadapi tantangan global dan kemajuan teknologi yang cepat, peran pendidikan tinggi akan terus menjadi fokus utama dalam mempersiapkan generasi mendatang untuk menghadapi dunia yang semakin kompleks.
Namun, keputusan untuk membuat pendidikan tinggi menjadi kewajiban atau tetap sebagai pilihan individu haruslah dipertimbangkan dengan cermat, dengan memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi masyarakat dan sistem pendidikan secara keseluruhan.
Polemik UKT
Uang Kuliah Tunggal (UKT) diperkenalkan pertama kali pada tahun 2013 melalui Permendikbud No. 55 Tahun 2013. Menurut peraturan ini, UKT merupakan sebagian dari Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang harus dibayar oleh mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonomi mereka.
Persoalan UKT yang menghangat ini sebenarnya bisa dirundingkan di atas meja antara Kemendikbudristek dengan pihak kampus dan mahasiswa. Sayangnya, lantaran pernyataan Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie bahwa pendidikan tinggi adalah tertiary education , isu ini pun kian memanas. Pernyataan ini dinilai sembrono dan tidak solutif oleh sebagian kalangan.
Alih-alih memanas, baik kiranya mengamati pernyataan presiden terpilih Prabowo Subianto soal UKT. Meski awalnya mengkritik, ia berpendapat bahwa biaya pendidikan memang harus menjadi tanggung jawab negara dan seharusnya gratis. Ia bahkan berjanji untuk berjuang keras agar pendidikan tinggi di Indonesia bisa dinikmati secara gratis, sebagaimana negara-negara Skandinavia yang menerapkan sistem pendidikan tinggi gratis atau terjangkau.
“Universitas negeri dibangun oleh uang rakyat uang APBN, itu tidak boleh biayanya tinggi. Kalau bisa, biayanya sangat minim dan kalau perlu ya gratis, pendidikan,” kata Prabowo dikutip dari YouTube TV One News, Kamis (23/5).