Monitorday.com, Perkebunan teh di Indonesia dianggap memiliki potensi besar untuk turut serta dalam agenda global pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK). Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil (PPH) Perkebunan Kementerian Pertanian, Prayudi Syamsuri, dalam sebuah seminar dengan tema “Inisiatif Karbon di Sektor Teh” di Jakarta.
Prayudi Syamsuri menjelaskan bahwa Indonesia, melalui Nationally Determined Contribution (NDC), telah berkomitmen untuk mengurangi emisi di lima sektor prioritas, termasuk sektor pertanian. Meskipun sektor pertanian rentan terhadap perubahan iklim, tetapi memiliki peran penting dalam upaya penurunan emisi GRK melalui praktik pertanian rendah karbon.
“Dalam hal ini, teh merupakan salah satu jenis komoditas yang memiliki kemampuan untuk mengurangi konsentrasi emisi di atmosfer,” ujarnya.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), teh dianggap sebagai komoditas yang cocok untuk bertransformasi menuju produksi rendah karbon. Tanaman teh yang bersifat tahunan dapat menyerap dan menyimpan lebih banyak karbon dibandingkan dengan tanaman pertanian semusim.
Prayudi Syamsuri menekankan bahwa perkebunan teh Indonesia memiliki peluang besar untuk berkontribusi dalam agenda global pengurangan emisi GRK, terutama dari segi lahan. Meski luas area perkebunan teh di Indonesia telah berkurang dari 150.972 hektar pada 2001 menjadi 102.078 hektar pada 2021, Indonesia masih memiliki perkebunan teh terluas kelima di dunia pada tahun 2022.
Upaya perbaikan praktik budidaya teh, seperti optimalisasi lahan, pengelolaan agroinput, pengolahan tanah minimum, dan pemanfaatan lahan kritis, dapat mengurangi emisi GRK. Budidaya teh juga dinilai tidak membutuhkan pengolahan lahan secara intensif, sehingga tidak merusak struktur karbon yang tersimpan di dalam tanah.
Rachmad Gunadi, Ketua Dewan Teh Indonesia (DTI), menambahkan bahwa sebagai komoditas dengan reputasi baik, teh memiliki peluang untuk membangun rantai nilai yang berkelanjutan. Pembangunan proyek karbon dengan menggunakan teh sebagai vegetasi utama diharapkan dapat memberikan keuntungan signifikan, baik dari segi pelestarian lingkungan maupun nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha perkebunan teh.
Gunadi menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dan menciptakan sektor teh yang berkelanjutan. “Melalui inisiatif karbon di sektor teh ini, diharapkan terjalin kolaborasi yang dapat mendukung keberlanjutan sektor teh Indonesia,” katanya.