Monitorday.com – Perdebatan tentang penghapusan ujian nasional kembali mencuat, memicu pro dan kontra di media sosial. Banyak yang berpendapat, Indonesia masih jauh dari sejahtera dan belum siap untuk mengadopsi sistem pendidikan ala Eropa, yang kini jadi rujukan utama Mendikbudristek, Nadiem Makarim.
Isu ini kembali jadi sorotan setelah mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan pendapatnya dalam diskusi pendidikan yang disiarkan di kanal YouTube TV Parlemen pada Senin [9/9/2024].
JK memulai dengan mengulas tokoh-tokoh pendidikan Indonesia, menekankan bahwa mereka memiliki latar belakang yang kuat di bidang pendidikan, seperti Ki Hajar Dewantara dan Daoed Joesoef.
“Ki Hajar Dewantoro, orang hebat, mendirikan Taman Siswa. Itu cikal bakal dari prinsip pendidikan kita. Ada Pak Soemantri, ada Syarief Thayeb, Daoed Joesoef, Fuad, semua orang hebat di bidang pendidikan,” ujar JK.
Ia kemudian mengkritik kinerja Nadiem di Kemendikbudristek, menyatakan bahwa mantan bos Gojek itu jarang terlihat di kantor dan kurang turun ke lapangan.
“Ada kemudian Mas Nadiem, yang tidak punya pengalaman guru, bidang pendidikan, tidak pernah datang ke daerah, jarang ke kantor,” tuturnya.
Pernyataan JK ini memicu perdebatan hangat tentang kemungkinan mengembalikan ujian nasional yang sempat dihapus oleh Nadiem. Tak ketinggalan, influencer Irwan Prasetyo juga berbicara soal nasib lulusan SMA yang kini kesulitan melanjutkan studi ke luar negeri karena penghapusan ujian nasional.
Baik JK maupun Irwan yakin bahwa kebijakan seperti penghapusan ujian nasional dan pengenalan kurikulum merdeka bisa merusak semangat belajar siswa. Mereka menegaskan bahwa Indonesia seharusnya tidak meniru sistem pendidikan ala Eropa, seperti di Finlandia, yang tidak menerapkan ujian standar.
Dengan populasi dan pendapatan per kapita yang sangat berbeda, Finlandia tidak bisa dijadikan acuan untuk pendidikan di Indonesia. Pada tahun 2024, jumlah penduduk Finlandia hanya sekitar 5,6 juta, dengan pendapatan per kapita sekitar 55.127 dolar AS. Di sisi lain, Indonesia memiliki populasi 282,5 juta, tetapi pendapatan per kapita hanya 4.788 dolar AS.
Pandangan Jusuf Kalla bahwa Indonesia tidak perlu membandingkan dan meniru Finlandia memang ada benarnya, terutama ketika melihat perbedaan besar dalam sarana dan prasarana, kualitas SDM, dan kesejahteraan guru.
Jika pun derajat hadis, ‘tuntutlah ilmu hingga ke negeri China’ adalah lemah adanya, namun dari sisi isi tetap ada benarnya. Karena nyatanya, baik pendidikan maupun perekonomian Negeri Tirai Bambu saat ini bisa dibilang maju pesat.
Paling tidak itu menurut standar tes PISA dari lembaga OECD , yang menyebut kualitas akademik pelajar di China bahkan mampu mengalahkan Amerika Serikat maupun Inggris sekalipun.