Monitorday.com – Wakil Ketua Umum PP Persatuan Islam (Persis), Atip Latipulhayat, menyatakan dukungan terhadap langkah pemerintahan Presiden Joko Widodo yang memberikan izin tambang kepada organisasi keagamaan.
Menurut Atip, pengelolaan tambang selama ini hanya didominasi oleh kelompok bisnis, sehingga keadilan dalam distribusi izin usaha pertambangan perlu diperbaiki.
“Dalam hal ini, ada kelompok entitas masyarakat yang menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat secara luas, berkontribusi dalam pendidikan dan perekonomian. Mereka malah tidak mendapatkan kesempatan. Maka, dengan adanya izin ini, kami mengapresiasi,” ujar Atip seperti dilansir CNN Indonesia, Jumat (7/6).
Persis berencana mengajukan izin pengelolaan tambang kepada pemerintah setelah mempersiapkan segala hal yang diperlukan secara internal.
Langkah taktis yang telah disusun oleh Persis meliputi pembentukan badan usaha dan identifikasi calon mitra sebagai operator pengelola tambang.
“Kami mempersiapkan badan usaha sesuai persyaratan yang ada. Kami juga melakukan pendekatan dan identifikasi dengan calon mitra yang berpengalaman,” jelas Atip.
Meskipun menyadari bahwa Persis belum berpengalaman dalam mengelola tambang, Atip menegaskan bahwa organisasi tersebut akan belajar dengan cepat mengenai seluk-beluk dan operasional tambang.
Ia juga menekankan pentingnya selektivitas dalam memilih operator lapangan yang akan bekerja sama dengan Persis.
“Bahwa ormas tidak berpengalaman, itu benar, kami sadar. Oleh karena itu, di aturannya disebutkan bahwa harus dibentuk badan usaha, dan ormas harus menjadi pengendali,” kata Atip.
Langkah ini menyusul dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengubah PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Aturan baru ini memberikan kesempatan kepada organisasi keagamaan seperti Persis, NU, Muhammadiyah, dan lainnya untuk mengelola tambang.
Respons terhadap aturan ini bervariasi, dengan beberapa organisasi menyambut baik, sementara yang lain masih mengkaji atau menolak.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan organisasi keagamaan dapat berkontribusi lebih dalam pengelolaan sumber daya alam dan kesejahteraan masyarakat.