Monitorday.com – Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah memberikan respons terhadap pernyataan sikap beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah terkait pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada masa Pemilu 2024.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa pernyataan tersebut tidak mencerminkan pandangan warga Muhammadiyah atau PP Muhammadiyah secara keseluruhan. Ia menilai pernyataan tersebut sebagai sikap perseorangan atau kelompok tertentu.
“Pernyataan yang beredar saat ini bukan pernyataan resmi yang mewakili warga Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” tegas Mu’ti dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa (6/2/2024).
Abdul Mu’ti menyatakan pemahaman PP Muhammadiyah terhadap maraknya pernyataan sikap yang berasal dari sejumlah perguruan tinggi Muhammadiyah.
Menurutnya, sikap tersebut merupakan ungkapan keresahan dari para guru besar dan civitas akademika. Ia menilai pernyataan sikap tersebut sebagai bentuk demokrasi yang sah dan kritik terhadap dinamika yang terjadi, dengan tujuan menjaga masa depan demokrasi dan Indonesia.
“Pernyataan itu merupakan seruan moral yang seharusnya direspons positif oleh penyelenggara pemilu, pemerintah, partai politik, dan semua pihak yang berkontestasi dalam pemilu 2024,” tambahnya.
Sebelumnya, Dewan Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyampaikan pernyataan sikap, menekankan pelaksanaan kewajiban konstitusional oleh Presiden Joko Widodo dalam mengawal Pemilu 2024 agar berlangsung jujur dan adil.
Prof. Akif Khilmiyah, yang mewakili Dewan Guru Besar UMY, menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi Pemilu 2024 yang dianggapnya tidak sehat, dengan adanya pelanggaran konstitusi dan kehilangan etika bernegara.
Selain Dewan Guru Besar UMY, Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah-Aisyiyah (PTMA) juga menyuarakan sikap mereka. Dalam pernyataanya, mereka mendesak presiden sampai pejabat daerah bersikap proporsional dengan mengedepankan etika selama proses pemilu.
Lalu, sejumlah guru besar dan sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menegaskan Pemilu 2024 harusnya berjalan damai dan tanpa adanya unsur paksaan.
UMJ melihat masih ditemukannya krisis etika hukum, defisit demokrasi substansial, dan darurat kenegarawanan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pemilu yang harusnya menjadi ajang yang demokratis justru ditemukan praktik-praktik yang tidak netral.