Dalam wawancara eksklusif dengan Rolling Stones yang dirilis pada Selasa (16/1), bintang pop Dua Lipa dengan tulus mengeluarkan seruan untuk gencatan senjata di Gaza yang terus diserang oleh pasukan Israel selama lebih dari 100 hari. Konflik ini memanas setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang memicu reaksi keras dari Israel.
Dengan mengungkapkan kesedihannya awalnya terhadap peristiwa tersebut, Dua Lipa menekankan kondisi kritis di Gaza, mendesak perhatian global terhadap krisis yang semakin meningkat. Ia menyoroti kehilangan nyawa yang tidak diskriminatif di antara warga sipil Palestina akibat serangan Israel yang tak henti-hentinya.
“Saya merasa sedih atas nyawa yang hilang di Israel dan peristiwa pada 7 Oktober,” ujar Dua Lipa. “Namun, pada saat ini, kita perlu melihat berapa banyak nyawa yang hilang di Gaza—warga sipil kehilangan nyawa dan mata pencaharian mereka,” lanjutnya.
Dua Lipa dengan penuh semangat mendesak agar gencatan senjata segera tercapai di Gaza, menganggapnya sebagai langkah penting untuk mengakhiri penderitaan warga Palestina di Jalur Gaza. Ia juga mengkritik pemimpin dunia yang tetap diam dan gagal mengambil sikap tegas terhadap serangan Israel terhadap Palestina.
“Tidak cukup banyak pemimpin dunia yang mengambil sikap dan berbicara mengenai krisis kemanusiaan yang sedang terjadi, gencatan senjata kemanusiaan yang harus dilakukan,” ungkap Dua Lipa.
Mengakui keterbatasan perannya sebagai musisi, Dua Lipa mengakui bahwa pengaruhnya mungkin tidak cukup untuk membuat dampak signifikan pada konflik antara Palestina dan Israel yang berlangsung puluhan tahun. Namun, ia berharap solidaritas, sebuah gestur yang menurutnya kadang-kadang merupakan satu-satunya hal yang bisa dilakukan, menjadi aspek penting bagi dirinya dan musisi lainnya.
“Sebagai musisi, hanya memposting sesuatu mungkin tidak cukup untuk membuat perbedaan,” ujar Dua Lipa. “Tetapi mudah-mudahan, menunjukkan solidaritas, yang kadang-kadang menjadi satu-satunya hal yang bisa dilakukan, adalah hal yang penting,” tambahnya.
Agresi Israel di Jalur Gaza telah berlangsung lebih dari 100 hari sejak 7 Oktober 2023, menandai konflik terpanjang, paling berdarah, dan merusak antara kedua wilayah. Serangan Israel yang terus-menerus telah mengakibatkan sebagian besar penduduk Palestina mengungsi dan kehilangan tempat tinggal mereka.
Mereka juga menghadapi kelaparan dan sulit mendapatkan akses kesehatan karena rumah sakit di daerah tersebut menjadi target serangan pasukan Zionis.
Sejauh Senin (15/1), korban tewas akibat agresi Israel di Gaza telah mencapai 24.100 jiwa, sementara korban luka-luka mencapai 60.834 orang. Jumlah korban tewas ini sudah melebihi satu persen dari total populasi Gaza sebelum agresi, yang berjumlah 2,3 juta jiwa.