Monitorday.com – Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru yang mengharuskan pemotongan gaji untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020. Dengan aturan baru ini, pegawai negeri sipil (PNS) dan karyawan swasta diwajibkan menyisihkan 3 persen dari gaji mereka, dengan rincian 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen ditanggung pemberi kerja.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi), Irham Ali Saifuddin, mengungkapkan kekhawatiran masyarakat mengenai program Tapera.
Menurutnya, kebijakan ini dapat memulihkan ingatan publik terhadap skandal mega korupsi yang melibatkan pengelolaan dana negara, seperti kasus PT Asuransi Jiwasraya dan Perum Asabri.
“Program Tapera dapat menimbulkan risiko instabilitas ekonomi dan memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana oleh negara,” kata Irham seperti dilansir NU Online pada Jumat (31/5).
Sesuai Pasal 15 ayat (2) PP Nomor 21 Tahun 2024, besaran simpanan Tapera untuk pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.
Semua pekerja, termasuk PNS, karyawan swasta, dan pekerja mandiri, diwajibkan menjadi peserta Tapera sesuai Pasal 7 PP Nomor 25 Tahun 2020.
Kasus Korupsi Jiwasraya dan Asabri
Kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melibatkan dana yang sangat besar dengan potensi kerugian negara mencapai Rp16,8 triliun, hasil dari penyidikan berkas selama 10 tahun, dari 2008 hingga 2018.
Kerugian ini terdiri dari investasi saham sebesar Rp4,65 triliun dan investasi reksa dana sebesar Rp12,16 triliun.
Kasus korupsi Asabri juga menyeret sejumlah nama besar di pasar modal dengan dugaan kerugian negara mencapai Rp22 triliun.
Meskipun kasus ini berbeda dengan Jiwasraya, sejumlah nama yang terlibat dalam kedua skandal ini termasuk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM) Heru Hidayat.
Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta menolak banding yang diajukan oleh Direktur Utama PT Hanson International Tbk (MYRX) Benny Tjokrosaputro atau Bentjok, yang tetap dihukum penjara seumur hidup.
Sementara itu, Heru Hidayat bebas dari tuntutan hukuman mati dari Kejaksaan Agung meskipun kerugian negara dalam kasus Asabri mencapai Rp22 triliun.
Irham menambahkan bahwa masyarakat masih trauma dengan isu korupsi dan hilangnya dana publik yang dikelola oleh beberapa lembaga publik.
“Ada problem backlog yang dihadapi pemerintah sampai saat ini, ada 9,9 juta masyarakat Indonesia yang belum memiliki rumah,” terang Irham, mengutip data dari BPS.
Moeldoko Pastikan Tapera Tidak Seperti Asabri
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir tentang Tapera, karena pemerintah akan memastikan pengelolaan dana yang transparan dan akuntabel.
“Kita masih ada waktu sampai 2027 jadi ada kesempatan untuk konsultasi, enggak usah khawatir,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan bahwa komite Tapera akan menjalankan pengelolaan dana dengan baik, berbeda dengan kasus Asabri di masa lalu.
“Ini saya ingin sampaikan kepada teman-teman, jangan sampai terjadi seperti Asabri,” jelasnya.