Monitorday.com – Tim Presiden terpilih Prabowo Subianto membantah isu akan menaikkan rasio utang Indonesia hingga 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Bantahan ini disampaikan oleh Thomas Djiwandono, Anggota Bidang Keuangan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Dikutip dari Reuters, Selasa (18/6/2024), Thomas menegaskan Prabowo belum menetapka target utang dan akan mematuhi batasan hukum mengenai metrik fiskal. Sebelumnya, isu ini dinilai memicu pelemahan rupiah dan menekan pasar obligasi.
Rupiah turun sebesar 0,9% dan imbal hasil obligasi melonjak pada hari Jumat usai Bloomberg melaporkan bahwa Prabowo ingin meningkatkan rasio utang hingga 50%. Prabowo dan Gibran akan dilantik menjadi presiden pada Oktober mendatang.
“Kami sama sekali tidak membicarakan target utang terhadap PDB. Ini bukan rencana kebijakan formal,” kata Thomas yang juga keponakan Prabowo.
Prabowo sempat berujar Indonesia harus berani dalam mengambil utang asalkan untuk program pembangunan dan mengejar target pertumbuhan ekonomi 8%. Namun, ia memastikan tetap patuh terhadap batasan defisit anggaran.
“Penting untuk dicatat, itulah sebabnya Prabowo dan tim formalnya berbicara tentang kehati-hatian fiskal, karena hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut,” tutur Thomas.
Lembaga-lembaga pemeringkat dan investor terus memantau kebijakan fiskal Prabowo, karena khawatir program-program mahal yang diusung semasa kampanye meninggalkan catatan bagi kondisi fiskal Indonesia.
Thomas menyebut diskusi antara tim Prabowo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berfokus pada peningkatan pendapatan, meninjau belanja, dan memberikan ruang anggaran untuk sejumlah program, termasuk program makan gratis untuk anak-anak. Ia juga memastikan defisit pada 2025 akan tetap di bawah 3% dari PDB.
Setelah krisis keuangan Asia pada 1990-an, Indonesia mewajibkan defisit anggaran tahunan tidak melebihi 3% dari PDB dan membatasi rasio utang sebesar 60%. Hal ini telah membantu Indonesia membangun catatan pengelolaan fiskal yang solid dan memenangkan peringkat layak investasi dari berbagai lembaga.
Meskipun rasio utang meningkat pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), khususnya usai belanja besar-besaran semasa pandemi Covid-19, Sri Mulyani berupaya menurunkannya dengan mengurangi defisit tahunan. Tercatat defisit tahun lalu adalah sebesar 1,65% atau yang terendah dalam 12 tahun.