Review
Realita Pahit Bisnis Telemedicine
Published
3 months agoon
By
adminOleh: Dr. dr. Nurul Wahdah, Sp.Kp., S.H..
Layanan kesehatan daring, atau Telemedicine sering dianggap sebagai solusi hebat hanya saat pandemi. Padahal kini, meski kehidupan sudah mulai normal kembali, Telemedicine terus berkembang dan mengubah cara kita mendekati layanan kesehatan.
Telemedicine menawarkan kemudahan mendapatkan panduan medis, isi ulang resep, dan pemeriksaan dari rumah dengan biaya lebih hemat. Teknologi yang terus maju, perubahan preferensi pasien dan dokter, serta perubahan undang-undang telah meningkatkan permintaan layanan kesehatan di tempat tinggal kita.
Banyak bukti menunjukkan bahwa Telemedicine efektif bagi banyak pasien dalam berbagai situasi. Kebijakan medicare dan medicaid yang mendukung Telemedicine saat pandemi kini menjadi permanen, memunculkan perusahaan-perusahaan Telemedicine terkemuka.
Majalah Forbes menilai perusahaan Telemedicine terbaik berdasarkan biaya, jenis layanan, dan ketersediaan. HealthTap, didirikan pada 2010, menjadi yang terbaik dalam perawatan. Berbasis di Palo Alto, perusahaan ini menawarkan biaya keanggotaan $15 per bulan dan layanan mulai $44 per sesi.
Lalu ada SESAME, didirikan oleh David Goldhil pada 2018, menjadi yang terbaik untuk pilihan dokter. Platform ini memungkinkan pemesanan dan pembayaran sesi terapi secara langsung dengan harga transparan.
Di Indonesia, Telemedicine sudah dibahas sejak 1990-an, namun tantangan seperti infrastruktur, kapasitas SDM, regulasi, dan praktik etika menjadi penghalang. Telemedicine berkembang pesat saat pandemi Covid-19, didorong oleh pemerintah untuk mengurangi risiko penularan. Penggunaan layanan ini melonjak hingga 600% dari sebelumnya.
Survei Katadata Insight Center (KIC) menunjukkan Halodoc sebagai layanan Telemedicine paling populer di Indonesia, digunakan oleh 46,5% responden. Layanan Telemedicine dari rumah sakit atau klinik menempati urutan kedua dengan 41,8%, dan Alodokter digunakan oleh 35,7% responden.
Meski populer, Telemedicine menghadapi masalah regulasi, terutama dalam perlindungan data pribadi pasien. Perlindungan hukum data pribadi dalam Telemedicine masih belum optimal. Pasal 15 UU ITE yang mengatur tanggung jawab pengamanan data masih samar dan butuh kepastian hukum dalam pengaturan Telemedicine.
Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2024 hanya mengatur Telemedicine antar fasilitas pelayanan kesehatan, tidak mencakup Telemedicine antar dokter dan pasien. Ini menciptakan celah dalam perlindungan data pasien. Beberapa kejadian peretasan data menunjukkan perlunya aturan lebih rinci terkait keamanan data pasien.
Padahal, kita tahu, Pasal 28 G ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, termasuk dalam pelayanan kesehatan menggunakan Telemedicine. Data pasien harus dilindungi untuk menghindari kerugian besar dan memenuhi hak-hak mereka. Namun, perlindungan hukum untuk pasien Telemedicine masih belum diatur secara khusus.
Tanggung jawab tenaga kesehatan dalam melindungi data pribadi pasien masih lemah karena hanya berdasarkan hubungan kontraktual dengan penyedia layanan Telemedicine. Tidak ada mekanisme tanggung jawab konkret ketika terjadi kesalahan diagnosa atau layanan.
Regulasi perlindungan hukum terhadap data pribadi pasien perlu lebih detail mengatur hak-hak pasien dan tanggung jawab penyedia layanan. Inform consent harus mengikat penyedia layanan sehingga perjanjian menjadi seimbang. Penyelenggara Telemedicine harus melindungi data pribadi pasien dalam seluruh prosesnya dan memastikan keberlanjutan penanganan pasien oleh tenaga kesehatan yang sama.
Telemedicine, meski menawarkan banyak kemudahan, masih menghadapi banyak tantangan terutama dalam hal regulasi dan perlindungan data pasien. Perlindungan hukum yang lebih kuat dan aturan yang lebih rinci diperlukan untuk memastikan keamanan dan kenyamanan pasien dalam menggunakan layanan ini.