News
Refleksi Hardiknas 2024, Prof Komarudin: Pendidikan yang Memerdekakan, Mencerdaskan, dan Memartabatkan
Published
7 months agoon
By
Natsir AmirMonitorday.com – Hari ini tanggal 2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Peringatan Hardiknas ini diambil dari hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, Pahlawan dan Bapak Pendidikan Indonesia sekaligus Menteri Pendidikan pertama RI.
Demikian disampaikan oleh Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof. Dr. Komarudin, M.Si.
Jasa beliau sungguh sangat luar biasa, selain mendirikan perguruan Taman Siswa, beliau juga memiliki pemikiran yang jenius dalam bidang pendidikan yang banyak diacu oleh sistem dan praktek pendidikan di Indonesia, serta menginspirasi tokoh pendidikan dunia pada masanya. Salah satu pemikiran cerdas beliau adalah pendidikan yang memerdekakan.
Beliau mengatakan:
“Pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya sejak lahir, sedang merdekanya hidup batin itu terdapat dari pendidikan. Manusia merdeka yaitu manusia yang hidupnya lahir batin atau tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar akan kekuatannya sendiri. Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama adalah memerdekakan manusia sebagai anggota dari persatuan (rakyat) (Ki Hajar Dewantara, 1967).
Pemikiran pendidikan yang membebaskan dari Ki Hajar Dewantara ini sekarang diacu dan diterapkan oleh Mendikbudristek, Mas Nadiem Anwar Makarim dengan Kurikulum Merdeka. Mas Nadiem (2020) mengatakan bahwa “kebijakan Merdeka Belajar memberi kemerdekaan setiap unit pendidikan berinovasi. Konsep ini harus menyesuaikan kondisi di mana proses belajar mengajar berjalan, baik sisi budaya, kearifan lokal, sosio-ekonomi maupun infrastruktur. Kita tidak bisa hanya berpatokan pada angka-angka seperti PISA, sehingga membuat suatu sistem yang tidak memberikan ruang inovasi.”
Dari sini kita dapat menarik benang merah bahwa sejatinya pendidikan yang memerdekaan adalah pendidikan yang memanusiakan manusia. Bahwa pembelajar harus memiliki jiwa merdeka, dalam arti merdeka secara lahir dan batin untuk mengembangkan diri dan membentuk jatidirinya yang tentu saja tidak lepas dari nilai-nilai sosial di lingkungannya. Dengan jiwa merdeka dan asas kemerdekaan dalam belajar diharapkan pembelajar mampu mengembangkan segala potensi dan kecerdasannya seoptimal mungkin yang tentunya sejalan dengan nilai-nilai keindonesian serta framework dan dinamika pendidikan abad 22 yang menuntut hadirnya keterampilan 8C, yakni: 1). Critical thinking; 2). Communication; 3). Creative; 4). Collaborative; 5). Care; 6). Culture; 7). Connection; dan 8). Community. Melalui optimalisasi potensi ini harapannya para pembelajar di kemudian hari dapat mengembangkan kehidupan diri dan masyarakatnya.
Pendidikan yang Mencerdaskan
Selain daripada itu, pendidikan sejatinya harus mampu mencerdaskan pembelajar dan kehidupannya, yang pada akhirnya mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan untuk beradaptasi dengan kemajuan dalam berbagai hal; kemampuan memecahkan masalah dalam hidup dan kehidupannya dalam berbagai lingkungan; dan mampu menciptakan yang baru sesuai kebutuhan saat ini dan ke depan. Kecerdasan semacam ini sangat dibutuhkan oleh manusia Indonesia saat ini. Untuk menghadirkan kecerdasan semacam ini, maka menghadirkan pendidikan yang penuh makna, humanis, dan transformatif merupakan sebuah keniscayaan.
Pendidikan transformatif menempatkan peserta didik sebagai pusat pembelajaran (student-centred, learning-oriented); subyek yang otonom, fitrah, dan aktif; dapat membangun kesadaran; dan secara luas dapat memaknai kehidupannya (Freire, 2002; Alkhudri, 2011). Pendidikan transformatif harus diiringi dengan hadirnya Kurikulum Merdeka; Paradigma pembelajaran yang holistik dan berkelanjutan; Pendidik yang Kritis dan Reflektif; Desain pembelajaran transformatif; dan Asesmen Transformatif. Melalui integrasi framework pendidikan transformatif ini diharapkan dapat berdampak pada hadirnya pembelajar yang cerdas dan beradab. Pembangunan adab merupakan esensi penting dari pendidikan, di samping kecerdasan.
Membangun adab artinya membangun dan melembagakan nilai-nilai dan moral yang menjadi fondasi kehidupan bersama manusia, dari lingkungan terkecil sampai lingkungan yang terbesar. Tentu nilai dan moral yang dilembagakan adalah yang positif, konstruktif, dan universal. Meski dalam beberapa hal bersifat lokal sebagai local wisdom atau kearifan lokal. Membangun peradaban artinya tidak semata mengokohkan adab dan akhlak mulia, melainkan juga terus mengembangkan pengetahuan, ilmu, dan teknologi yang terus berkemajuan sesuai kodrat manusia dengan akalnya sebagai anugerah Tuhan dan misi manusia di dunia sebagai khalifah.
Pendidikan yang Memartabatkan
Di samping hal tersebut, pendidikan sepatutnya mampu memartabatkan manusia dan bangsa agar dapat melangkah lebih baik menuju kehidupan yang lebih beradab (civilized). Ibnu Khaldun mengatakan “hanya di dalam realitas masyarakat yang memiliki kesadaran akan pentingnya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, maka peradaban dan nilai-nilai budaya konstruktif akan dapat ditegakkan.” Sejalan dengan padangan tersebut, Bung Karno mengatakan pendidikan adalah renaissance-paedagogie, nation character building (Soekarno, 1964).
Melalui pendidikan diharapkan tercipta masyarakat yang bermartabat dan berkeadaban serta manusia yang arif-bijaksana (vernuenftig), bukan sekedar pintar melainkan sosok yang membawa manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk itu, tugas utama pendidikan ke depan di samping mengimplementasikan kurikulum merdeka dengan seoptimal mungkin dan menghadirkan pendidikan transformatif, maka yang tidak kalah penting ialah bahwa pendidikan memiliki tugas sebagai penjaga moral-adab dan penguat spiritualitas kebangsaan.