Monitorday.com – Belakangan muncul isu mengenai penambahan jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 dalam kabinet pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka periode 2024—2029.
Menanggapi hal ini, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, menilai Prabowo perlu mempertimbangkan penilaian rakyat jika ingin menambah jumlah kementerian dalam kabinetnya.
Menurut Ujang, Prabowo terpilih berdasarkan mandat dari mayoritas rakyat Indonesia. Kebijakan ini seharusnya tidak menimbulkan kritikan yang dapat menurunkan tingkat kepercayaan publik.
“Harus melihat kebatinan masyarakat, ya mungkin akan ada kritikan terkait dengan anggaran negara yang tersedot pada penambahan nomenklatur kementerian itu,” kata Ujang, kepada wartawan, dikutip Selasa (14/5).
Ia menekankan bahwa pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka perlu menjaga kepercayaan publik agar pemerintahan baru yang akan datang mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Meski demikian, Ujang menyebutkan bahwa pembagian kekuasaan adalah hal yang lumrah dalam dunia politik. Dengan adanya koalisi besar, menurutnya, kepentingan banyak partai politik perlu diakomodasi oleh pemegang kekuasaan.
“Ya suka tidak suka, senang tidak senang, ya harus diakomodasi, harus ada power sharing yang proporsional,” katanya.
Ia juga menyebut bahwa revisi Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara kemungkinan akan segera dibahas di DPR sebelum Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden baru.
“Itu hal yang umum dalam dunia politik, rakyat harus diutamakan untuk disejahterakan,” tambahnya.
Sebelumnya, usul penambahan menteri ini antara lain datang dari Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), yang merekomendasikan penambahan jumlah kementerian dalam kabinet Prabowo-Gibran menjadi 34 hingga 41 guna mengakomodasi luasnya cakupan urusan pemerintahan.
Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menilai revisi ini diperlukan karena UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sudah digunakan sejak 16 tahun lalu. Revisi UU tersebut akan membantu Indonesia mengikuti perkembangan zaman.