Monitorday.com – Mahkamah Konstitusi (MK) telah resmi menolak gugatan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) terkait batas usia minimal capres cawapres 35 tahun. Hal ini diputuskan dalam sidang yang digelar di ruang sidang pleno, Gedung MK, Jakarta, Senin (16/10).
Sidang tersebut membahas putusan uji materiil Pasal 169 huruf q UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu terkait batas usia minimal capres-cawapres. Pasal yang digugat mengatur soal batas usia minimal capres-cawapres, yakni 40 tahun dan tidak mengatur batas usia maksimal capres-cawapres.
Terdapat sejumlah perkara soal usia capres-cawapres akan diputus pada sidang tersebut. Perkara pertama, yaitu, perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 yang diajukan PSI diwakili Giring Ganesha Djumaryo, Dea Tunggaesti, Dedek Prayudi, Anthony Winza Probowo, Danik Eka Rahmaningtyas, dan Mikhail Gorbachev Dom.
Permohonan ini diterima MK pada 9 Maret 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun sebagaimana pernah diatur Pasal 5 huruf o UU Nomor 42 Tahun 2008 dan Pasal 6 huruf q UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
“Amar putusan. Mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” demikian disampaikan Ketua MK Anwar Usman.
Dalam pembacaan putusan Hakim MK Arief Hidayat merunut pembentukan UUD 1945 soal syarat usia capres/cawapres. Dalam runutan itu dimasukkan sebagai ranah kebijakan pembuat UU.
Dalam pertimbangannya, disampaikan rentetan syarat calon presiden dan wakil presiden. Seperti pada norma pasal 6 huruf q dalam UU 23/2003, menyatakan syaratnya berusia 35 tahun. Kemudian dalam UU 42 tahun 2008 syaratnya masih 35 tahun. Baru pada UU Nomor 17 Tahun 2017, syarat umur berubah menjadi 40 tahun.
Soal umur ini, PSI menilai norma dalam UU 17 Tahun 2017 bertentangan dengan original inten UUD 1945. Atas dasar itu, MK mengecek ulang perdebatan original inten tersebut.
Hasilnya, ternyata mayoritas pembahasan tersebut sepakat bahwa umur 40 tahun dinilai lebih matang dari segi kepemimpinan, fisik, maupun pikiran, sebagaimana disampaikan oleh Irma Alamsyah dari Kowani dalam Risalah Komperhensif UUD 1945, Buku IV Jilid I Halaman 156.