Timur Tengah kembali menjadi sorotan setelah serangan terjadi di Konsulat Iran yang terletak di Damaskus, Suriah. Pemerintah Iran menduga Israel menjadi biang keladi di balik serangan ini.
Presiden Iran, Ebrahim Raisi, mengutuk keras serangan tersebut dengan menyatakan bahwa tidak akan ada ampun bagi ‘kejahatan pengecut’, dan berjanji akan membalas dendam kepada Israel.
“Dalam perjuangan menyelamatkan diri, rezim Zionis telah memasukkan pembunuhan buta dalam agenda mereka setelah kekalahan dan kegagalan berulang kali melawan keyakinan dan kemauan para pejuang Front Perlawanan,” kata Raisi dalam pernyataan di situs resmi kantornya.
Berikut adalah ulasan tentang kekuatan militer Iran, sebagaimana dikutip dari laporan New York Times (NYT) pada Sabtu (13/4/2024):
Israel menyerang kompleks diplomatik Iran di Damaskus, yang kemudian dibalas oleh Teheran dengan ancaman untuk membalas pembunuhan personel militer mereka. Para pejabat Amerika Serikat dan Israel memperkirakan bahwa respons Iran kemungkinan besar akan dilancarkan dari wilayahnya sendiri.
Tindakan ini mengingatkan pada serangan sebelumnya yang dilakukan Iran setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan pembunuhan Mayjen Qassem Suleimani pada tahun 2020. Iran menembakkan rudal balistik ke dua pangkalan militer AS di Irak, melukai lebih dari 100 tentara.
Para analis menyoroti bahwa musuh-musuh Iran, terutama AS dan Israel, cenderung menghindari serangan militer langsung terhadap Iran karena kompleksitas kekuatan militer Iran yang rumit.
Israel dan Iran terlibat dalam perang bayangan yang panjang melalui serangan udara, laut, darat, dan dunia maya. Israel secara diam-diam telah menargetkan fasilitas militer dan nuklir Iran serta membunuh para komandan dan ilmuwan.
“Bukan karena takut pada Iran, melainkan menyadari bahwa perang apa pun melawan Iran adalah perang yang sangat serius,” kata Afshon Ostovar, seorang profesor urusan keamanan nasional di Sekolah Pascasarjana Angkatan Laut dan pakar militer Iran.
Iran memiliki Angkatan Bersenjata terbesar di Timur Tengah, dengan lebih dari 580.000 personel aktif dan 200.000 personel cadangan terlatih. Mereka memiliki pasukan darat, udara, dan angkatan laut yang terpisah, serta unit elit seperti Pasukan Quds.
Garda Revolusi Iran juga mengoperasikan Pasukan Quds, sebuah unit elit yang bertugas mempersenjatai dan melatih milisi proksi di berbagai negara Timur Tengah.
Meskipun milisi proksi tidak dihitung sebagai bagian dari angkatan bersenjata Iran, mereka dianggap siap berperang, bersenjata lengkap, dan loyal secara ideologis kepada Teheran.
Iran memiliki gudang senjata yang kuat, termasuk rudal dan drone dengan jangkauan yang signifikan. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah mengembangkan drone dengan jangkauan sekitar 1.200 hingga 1.550 mil yang mampu menghindari radar.
Sanksi internasional telah membatasi akses Iran terhadap persenjataan dan peralatan militer dari luar negeri, mendorong mereka untuk meningkatkan produksi senjata dalam negeri.